DIALOG AGAMA-AGAMA
ALLAH ABRAHAM - IBRAHIM
ditinjau dari perspcktif
Kristen dan Jslam
Pembicara:
DR.KAM.Jusuf Roni (Kristen)
DR.Mulyadhi Kartanegara (Islam)
Moderator:
J.P. Sinaga, STh, MBA
Diselenggarakan oleh:
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI APOSTOLOS
17 April 199
Radisson Hotel – Jakarta
DALAM PERSPEKTIF KRISTEN
Oleh: DR.K.A.M. Jusuf Roni
Abraham (tenak) atau lbrahim (QURAN) disebut sebagai bapak orang percaya ( Rom 4:11 ), sebagai titik tolak kepercayaan umat Allah, adalah dari Allah yang memanggjl Abraham, karena itu dikenal sebagai Allah Abraham, Ishak dan Yakub (Keluaran 3;6)(Shemot), dalam sebutan yang dikenal oleh umat Israel.
Menurut Kitab Kejadian 12-50 (Bereshit); Allah yang memanggil Abraham, adalah diyakini sama dengan Allah yang kemudian hari disembah "Israel" sebagai YHWH. Narnun Allah itu juga disebut dengan nama lain, yaitu EL, yang sering digabungkan dengan ungkapan lain; misalnya El Eyon (Allah Yang Mahatinggi) (Kej 14:18-22); El Roi (Allah yang melihat aku) (Kej 16:13); El Syadday (Allah Yang Mahakuasa) (Kej 17:1; 28:3; 35:11; 43:14); El Olam (Allah yang kekal) (Kej 21:33). Dalam bahasa-bahasa Semit terdapat kata yang seakar dengan "el", yaitu "il". Sama seperti kata:
"il" tersebut, kata "el" dalam bahasa lbrani dapat berfungsi sebagai kata benda yang berarti "ilah" sama seperti "elohim" (Kel 15:2:20:5) atau menjadi nama pribadi untuk ilah itu. Karena itu kata "el" kadang-kadang disalin saja sebagai "EL" (nama), kadang-kadang diterjemahkan "Allah" atau "ilah". (John E.Goldingay dan Christoper J.H.Wright) Dalam agama Kanaan "EL" dianggap sebagai kepala dewa (Cross 1973:hal 13), dikemudian hari sebutan ini dipakai oleh Abraham untuk memperkenalkan YHWH, diberi pengertian yang baru, bukan seperti agama Kanaan yang tidak mengenal YHWH, dan melalui Abraham mereka mengenal YHWH, begitu juga bangsa-bangsa lain, tetapi perlu ditegaskan agama YHWH tidak lah hasil dari sinkretisme atau proses perkembangan keagamaan.
ALLAH ITU KEKAL
Abraham memanggil nama TUHAN; EL OLAM (Allah yang kekal ) (Kej 21:33); Allah itu "DZAT".
WAJIBBUL WUJUD, yang tidak berawal dan berakhir dan yang tidak bisa disamakan dengan apapun, dan tidak bisa diserupakan dengan apapun- tidak ada tandinganNya -tidak ada bandinganNya- dan tidak bisa disandingkan dengan apapun. Allah yang kekal itu adalah Allah yang Esa- Allah yang ghaib- Allah itu Roh adanya (Yoh 4:24), yang tidak terhampiri.
ALLAH YANG ESA
Keesaan Allah yang diberitakan oleh Abraham, telah menjadi syahadat bagi umat Perjanjian Lama; "SHEMA YISSRAEL ADONAY ELOHENU ADONAY EHAD" (Denganlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa) (Ul. 6:4) (Devarim) Dan keesaan Allah itu ditegaskan dalam hukum Taurat;
"Jangan ada padamu allah lain dihadapanKU"
"Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit diatas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi".
"Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku TUHAN, Allahmu".
(Kel 20:3,3,5a) (Shemot) (Yes 44:6; 45:5a; 45:21b; 46:9b)
Dalam Perjanjian Baru pun berita (krugma) ini tetap menjadi titik sentral pengenalan Allah yang benar; "Jawab Yesus;"Hukum yang terutama ialah : Dengarlah, hai orang Israel, TUHAN Allah kita, TUHAN itu esa." (Mrk. 12:29) "Sebab ada tertulis : Engkau harus menyembah TUHAN, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti." (Mat 4:10b) "Inilah hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau satu-satunya Allah yang benar, dan mengenal Yesus Kristus yang telah Engkau utus." (Yoh 17:3) "tidak ada berhala didunia dan tidak ada allah lain daripada Allah yang esa." (I Kor. 8;4b).
Dari ayat-ayat tersebut di atas jelas keyakinan agama Kristen terhadap Allah yang esa dan kekal, bahkan ditegaskan dalam Pengakuan Iman Nikea (325 M); "UMINU Bl ILAHIN WAHIDIN, ABIN DHOBITUL KULLI, KHOLIQUS SAMA'I WAL ARDHI, KULLU MA YURO WALA YURO" (Aku percaya kepada satu Allah, Bapa Yang Maha Kuasa, Khalik langit dan bumi dan segala sesuatu yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan).
DZAT DAN SIFAT
Allah yang Mahaesa dalam "DzatNya" istilah teologis ini disebut Tertulianus (160-225M)(Ousia)
Bagi DzatNya dan (Hypostasis) untuk SifatNya, berada dalam cara-cara beradaNya. Dua sifat Allah yang mutlak ada didalam DzatNya yaitu Roh dan Firman, yang melekat sehakekat, yang wajib ada dan mustahil tidak ada; karena Allah itu HIDUP dari sejak kekekalan dalam keesaanNya sudah memiliki ROH, dan ROH tidak diciptakan kemudian, kalau ROH diciptakan kemudian berarti Allah sempat tidak punya ROH- berarti Allah mati, bagaimana mungkin Allah menciptakan ROH yang menghidupkan, (Maha suci Allah dari ketidak-sempurnaan), begitu juga FIRMAN tidak diciptakan, sudah ada sejak Allah itu ada. (Kesesatan yang dibuat Arius yang mengatakan:"Pemah ada waktu Firman belum ada", sebab dari kekekalannya Allah menciptakan dengan FirmanNya) Sesungguhnya Firman atau "KALAM ALLAH" atau "LOGOS TOU THEO" dan RohNya atau "HAYAT" atau "PNEUMA TOU HAOION" berada dalam DZATNYA (WAJIBBUL WUJUD)
Demi DzatNya yang bersemayam diatas terang yang tidak terhampiri (Firman di dalam DzatNya) (I Tim 6:16), sampal genap waktunya "Firman " itu nuzul (turun) menjadi manusia (Gal 4:4), karena tidak seorangpun dapat melihat Allah (Yoh 1:18).
Firman yang berada datam DzatNya atau dalam ke-pra-ada-nya Yesus, digunakan istilah "Anak Tunggal Allah yang ada di pangkuan Bapa", untuk menyatakan melekat sehakekat, tetapi sering disalah mengerti atau disalah pahami; "Dimengerti ada Allah kedua setetah Allah Bapa, ada Allah Anak"
Yaitu ada Allah besar yaitu Bapa, dan Allah kedua yaitu Allah Anak lebih rendah derajatnya dari Allah Bapa, tidak dapat dipungkiri memang ada sekte-sekte Kristen memiliki pemahaman seperti ini, atau juga karena kedangkalan pengajaran "Keesaan Allah" atau "Tauhid", ada umat juga me-mengertikan demikian.
Kata "Anak" dipakai yang menjadi gangguan, sesungguhnya dalam teks aslinya tidak terdapat, sebab kata "MONOGENES THEOS" secara harfiah berarti "SATU-SATUNYA DARI ALLAH", terjemahan bahasa Arab lebih jelas "LI WAHIDIN MIN AL-AB".
Karenanya bukan Allah menjadi manusia, tetapi Finnan menjadi manusia (Yoh 1:14), Allah selalu dimaksud "DzatNya" istilah ke-kristen-an "Bapa", Mahasuci Dia, tidak dapat disamakan dengan apapun.
Dalam ke-pra-ada-anya Firman itu adalah Allah (Yoh 1:1), tetapi masih dalam ayat tersebut "Finnan itu bersama-sama dengan Allah" "KAI HO LOGOS PROS TON THEON", kata-kata "PROS" menunjukkan adanya perbedaan antara Firman sebagai sifat dengan Allah sebagai Dzat, dapat dirumuskan dalam bahasa teologis, "dia bukan Allah tetapi bukan juga bukan Allah"
Sama halnya istilah Trinitas atau Tritunggal secara eksplisit atau harfiah tidak pernah ada dalam alkitab, istilah ini muncul sebenarnya untuk menjelaskan "ke-bagaimanaan" Allah bukan "ke-berapa-an" Allah itu yang dimaksudkan semula oleh Theofilus (181 M), sebagaimana dijelaskan oleh Justinus Martyr (200 M) "Kami ini menyembah Allah, tetapi juga mengasihi Firman yang keluar dari Allah."
MILATHU IBRAHIM
Kepercayaan Abraham sebagai titik tolak agama-agama wahyu- seharusnya menjadi landasan yang kokoh bagi kerukunan umat beragama khususnya Kristen dan Islam, juga sebagai dasar menggali kebenaran yang hakiki, serta pengenalan Allah yang benar, karena Abraham menjadi bapak orang beriman.
"Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa"- dihadapan Allah yang kepadaNya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firmanNya apa yang tidak ada menjadi ada. (Roma 4:17)
Sebagaimana dikatakan dalam Quran;
"Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, lbrahim, Ismail dan Ishaq (yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk kepadaNya." (Quran 2:133)
AL MAJDU LAKA YA ILAHUNA AL MAJDU LAKA.
KEPUSTAKAAN:
1. Alkitab, Lembaga Alkitab Indonesia, Jakarta 1996.
2. Tora, Koren Publishers Jerusalem Ltd, 1992.
3. Fritz Rieneckcr/ Cleon Rogers, Linguistic Key to the Greek New Testament, Regency, 1980.
4. Andrew D.CIarke & Bruce W.Winter, Satu Allah Satu TUHAN, BPK Gunung Mulia, 1995.
5. Tony Lane, Runtut Pijar, BPK Gunung Mulia,1990.
DALAM PERSPEKTIF TEOLOGIS ISLAM
(pointers)
Oleh : Dr. Mulyadhi Kartanegara
"Allah Abraharnik" merupakan titik temu bagi tiga tradisi agama besar dunia : Yahudi, Kristen dan Islam; ia juga bisa dijadikan commonground bagl dialog antar umat beragama.
lbrahim adalah bapak monoteisme anss menernukan kebenaran (Tuhan) setelah sebuah pencarian yang intensif (Q.S. 6:"76-78), sehingga akhirnya berkata: "Kuhadapkan wajahku kepada (Tuhan) yang menciptakan langit dan Bumi, sebagai orang yang hanif, dan bukan orang yang menyekutukan Tuhan." (Q.S. 6:79).
lbrahim telah menernukan -- melalui usaha dan hidayah Allah -- keesaan Allah (tawhid), menyampaikan, mengembangkan dan mewariskan ajarannya tersebut kepada nabi-nabi berikutnya, Ishaq, Ismail, Yakub (Q.S.2:133), Yusuf(Q.S. 12:38), Musa (Q.S. 10: 104), Isa (Q.S. 3: 51), dan Muhammad (Q.S. 3: 64, 40:66).
Tawhid dalam Islam dilukiskan dalam surat al-Ikhlas sebagai "Tuhan yang Esa, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu apa pun yang menyerupai-Nya." (Q.S. 112: 1-4). Keesaan Tuhan bisa diperinci menjadi keesaan dalam zat, dalam sifat, dalam ibadah, dalam tindakan dan dalam hukum.
Dalam kepercayaan Ahl sunnah wa al-jama'ah, Keesaan zat Tuhan masih bisa menerima berbagai macam "sifat" tanpa harus menodai keesaan zat-Nya, sekalipun sifat-sifat tersebut sering dipandang sebagai sesuatu yang menempel dan menambahkan pada Zat-Nya, dan sekalipun harus berimplikasi "banyak yang abadi," karena sifat-sifat Tuhan tersebut dipandang abadi, sebagaimana Zat-Nya.
Tetapi kelompok teolog yang lebih rasional dan philosophical minded, Mu'tazilah, menganggap adanya bahaya politeistik dalam pernyataan sifat-sifat yang abadi, seandainya sifat-sifat tersebut dibiarkan melengket pada Zat Allah, dan karena itu berusaha keras untuk membersihkan Zat Tuhan dan segala macam sifat -- tanzih al-sifat."
Seperti bagi teolog-teolog Mu'tazilah, para filosof Muslim juga cenderung untuk melepaskan Tuhan dan segala sifat (kualitas) yang bisa mensiratkan syirik, dan berusaha membuat zat Tuhan simple (basith). Bagi mereka dalam diri Tuhan - dan hanya dalam diriNya - terjadi kesatuan antara Esensi (Zat) dan eksistensi (Wujud).
Tuhan oleh para filosof Muslim sering disebut sebagai "The Great Unknown". Menurut mereka karena keesaan Tuhan dalam Zatnya itu unik, maka tidak ada cara apapun untuk mendeskripsi Tuhan lewat sifat-sifatNya. la hanya bisa didekati dengan aman via-negaliva, sebuah sikap yang bisa disebut sebagai "negative theology," di mana kita hanya bisa mengatakan bahwa tidak ada yang serupa dengan-Nya, dan "tidak ada yang serupa dengan-Nya."
Meskipun begitu keberadaan Tuhan dapat diketahui, menurut para filosof, secara positif melalui argumen-argumen rasional. Mereka telah mengembangkan argumen adanya Tuhan, paling tidak, dalam tiga modus pembuktian: dalil al-huduts, dalil al-imkan, dan dalil al-'inayah.
Oleh para Sufi Allah lebih sering disebut dengan al-Haqq, Yang Maha Benar atau "Kebenaran". Mereka lebih suka menyebut dirinya sebagai ahl hakikah. Allah-lah sebagai Hakikat satu-satunya "realitas". Dan tidak ada realitas sejati di dunia ini kecuali Allah. (La haqiqah illa Allah).
Paham ini kemudian melahirkan sebuah konsep yang berani, "Wahdat al-wujud," atau keesaan Wujud, dimana terdapat "tasybih" (keserupaan antara Tuhan dan alam). Bagi mereka alam adalah cermin bagi Tuhan, sehingga wujud Tuhan dan wujud alam "tidak bisa dikatakan berbeda."
Konsep kesatuan wujud ini dikembangkan oleh filosof Mulla Shadra (w. 1640) dalam arti bahwa hanya ada satu wujud yang meliputi segalanya, Tuhan dan juga alam. Yang membedakan keduanya bukanlah wujud per se. tetapi intensitas dari wujud itu sendiri, yang berbeda-beda karena adanya perbedaan dalam esensi mereka.