Minggu, 19 Desember 2010

Al-Masih Juruselamatku, Muslim Sahabatku

Al-Masih Juruselamatku,
Muslim Sahabatku
Oleh : Bambang Noorsena
*) Orasi ilmiah ini disampaikan dalam rangka peresmian Yayasan Kanisah Orthodox Syria cabang Surabaya, di "Heritage Club" Wisma Bhumi Bapindo, lantai 11, Surabaya, 5 September 1998.
Bukan tanpa alasan, bila Islam maupun kristen oriental (Timur Tengah), khususnya gereja-gereja yang tersebar di negara-negara Arab, memiliki kecurigaan terhadap orientalisme bukan hanya terjadi pada dunia Islam, melainkan juga pada orang kristen oriental, antara lain dibuktikan dari kritik pedas seorang kristen Palestina terhadap Barat, melalui bukunya : Orientalisme,1) sebuah karya yang cukup laris dikutip oleh penulis-penulis Islam di Indonesia . Dari buku ini dibuktikan, bahwa orang kristen tidak selalu identik dengan Barat, dan Islam juga tidak selalu identik dengan Arab.
Dr. Nurcholis Madjid (Cak Nur), dalam "Islam Agama Peradaban", mencoba melacak akar prasangka Barat terhadap Islam yang memantul dalam karya-karya orientalis terhadap Islam yang serba negatif dengan mengemukakan 3 tingkat konfrontasi :
(1)Tingkat paham keagamaan. Meskipun Islam menurut Al-Qur’an mengajarkan tentang dirinya sendiri sebagai kelanjutan dan perkembangan agama kristen, namun kristen sendiri tidak dapat menerimanya dan memandangnya sebagai tantangan kristen.
(2)Tingkat Sosial Politik. Hampir seluruh kawasan Islam di Timur Tengah sekarang ini, kecuali jazirah Arabia dan Iran, adalah bekas kawasan Kristen, bahkan pusat perkembangan agama itu pada masa-masanya yang paling menentukan.
(3)Tingkat Budaya. Budaya Barat adalah kelanjutan budaya Yunani - Romawi. Meskipun orang barat sekarang ini beragama kristen, namun kekristenan mereka sering disebut "Kekristenan Barat" yang sering dipertentangkan dengan Kristen Timur".( maksudnya kristen sebelah Timur Laut Tengah.). Kristen Barat adalah Kristen yang telah banyak kehilangan keaslian akar budaya semitiknya. Sebab telah di-"barat"kan ( menurut ungkapan Simon Van den Berg. Budaya kristen Barat adalah Maria Sopra Minerva - artinya agama kristen sematik dari Timur, dilambangkan dalam ketokohan Maria bunda Isa, yang disesuaikan dengan dan dibangun di atas mitologi Romawi, dilambangkan dengan ketokohan dewi Minerva, jadi konfrontasi Islam dengan Barat ditafsirkan sebagai konfrontasi antara dua pola budaya.2)
Melalui makalah singkat ini, saya ingin menawarkan kekristenan Timur (oriental), khususnya Orthodox Syria, sebagai alternatif bagi dialog Kristen-Islam di Indonesia masa depan, dengan beberapa pertimbangan. Bukan hanya dari sudut pandang budaya, seperti dicatat Cak Nur, bahwa " sementara hubungan Islam dengan Kristen Timur sepanjang sejarah berlangsung cukup aman dan lancar( karena berasal dari budaya yang relatif sama), tidaklah demikian hubungan Islam dengan Kristen Barat: penuh rasa permusuhan dan kebencian".3) bahkan lebih dari sekedar persamaan faktor budaya, bila diterima dalil bahwa terbentuknya bahasa keagamaan (the religious language) dilatar belakangi oleh ekspresi kebudayaannya, maka tentu dapat juga diharapkan adanya beberapa "meeting point" dalam perjumpaan teologis antara keduanya. Juga pada tingkat sosial-politik, tentu ada semacam naluri politik pihak kristen Barat abad-abad lalu untuk mengembalikan kontrol mereka atas daerah-daerah yang sekarang dikuasai Islam (motif Perang Salib, salah satu aspeknya dapat dilihat disini).Tetapi justru bagi Kekristenan oriental, dengan penaklukan Arab-Islam mereka tidak pernah kehilangan apa-apa, sebab justru sebelum orang orang Romawi/Byzantium itulah yang dahulu menindasnya, dan like and dislike harus diakui bahwa, justru Islamlah yang telah membebaskan mereka dari penindasan sesama kristen itu. Jadi, dari ke -3 tingkat konfrontasi itu, hanya tinggal perbedaan teologis saja.
Bersambung ke: "Akar Sosial/Politik: Bangkitnya sebuah Nasionalisme Semitik/Arab Melawan Hegemoni Yunani (Hellenisasi)"
Akar Sosial/Politik:
Bangkitnya Sebuah Nasionalisme Semitik/Arab
Melawan
Hegemoni Yunani (Hellenisasi )
Eksistensi gereja-gereja oriental (Coptic, Syria dan Abisinia/Etiopia) yang kemudian melepaskan diri dari dominasi kebudayaan Yunani, dimulai dari penolakan mereka atas Majma' (konsili) Kalsedonia tahun 451. Banyak sejarahwan barat sekarang sepakat, termasuk Prof. W. Montgomery Watt.4) bahwa penolakan mereka atas konsili tersebut, ternyata lebih didorong oleh faktor politik/budaya melawan hegemoni Yunani yang menyangga gereja arus utama, ketimbang menolak secara seksama formula kristologinya.
Pihak Byzantium, untuk secara politis terus mengontrol wilayah gereja-gereja di Timur Tengah itu, lalu menempatkan "patriarkh-patriarkh boneka" mereka setelah menaniaya secara kejam gereja-gereja tersebut. Dalam kasus Gereja Syria, melalui tangan besi Kaisar Yustinus I setelah mengasingkan Patriarkh Severus Al-Kabir ke Mesir dan 40 Uskup Syria, yang juga diusir dari wilayah yurisdiksinya, telah ditempatkan berturut - turut : Paulus, yang dijuluki si Yahudi (yang kemudian dipecat tahun 504), lalu digantikan Aphrodius bin Malah (wafat 529 dalam suatu kebakaran kota Anthiokia). Selanjutnya Kaisar mengangkat Efraim, mantan Gubernur Syria, menggantikannnya sebagai Patriarkh. Bersamaan dengan perebutan tahta suci Anthiokia, sejumlah gereja dan biara-biara Syria telah dirampoknya paksa.5) Baru tahun 543 setelah Mar Ya’qub Bar Addai ditahbiskan menjadi uskup agung Al Raha (Eddesa) oleh Patriakh Theodosius dari Alexandria yang sedang mengalami pembuangan di Konstantinopel, gereja Syria diorganisir kembali dengan susah payah setelah diporakporandakan oleh kekuatan Kristen Yunani. Menurut Montgomery Watt, perlawanan Kristen Semitik terhadap imperium penjajah Byzantium itu, tidak sungguh-sungguh mengalami keberhasilan,sampai datangnya pasukan Arab Muslim dari selatan.6). Dalam hal ini sikap Gereja Syria justru mendukung pasukan Arab-Muslim dalam melawan penguasa asing Byzantium, kendati seagama dengan mereka. Fakta sejarah mencatat, dalam peperangan melawan pasukan Byzantium, ketika pasukan Arab-Muslim memasuki lembah yordania di bawah pimpinan Abu Ubaidah, penduduk Arab Kristen menulis surat kepadanya : "Saudara-saudara kami umat Islam, kami lebih bersimpati kepada saudara ketimbang orang-orang Roma/Byzantium, meskipun mereka seagama dengan kami. Karena saudara-saudara lebih setia kepada janji, lebih berbelas kasih kepada kami dengan menjauhkan diri dari tindakan-tindakan tidak adil. Pemerintah Islam lebih baik ketimbang pemerintah Byzantium, karena orang-orang Byzantiun itu telah merampok harta-harta dan rumah kami".7) Juga dalam perang Jembatan (tahun 13 Hijrah) melawan pasukan Byzantium di bawah Kaisar Heraklitus, ketika pasukan Islam dibawah pimpinan Mussanah terjebak diantara sungai Efrat dan daerah Persia, tanpa diduga-duga seorang pemimpin Arab Kristen dari suku Tayy menggabungkan diri dan memberikan bantuannya dengan cara mempertahankan jembatan perahu, satu-satunya jalan mundur untuk menyelamatkan pasukan Islam itu. Dan ketika pasukan Byzantium melancarkan serangan lagi, maka datanglah bantuan kepada pasukan Islam dari suku Arab Kristen Bani Namir, yang mendiami daerah perbatasan Byzantium. Demikian juga dalam pertempuran Buwayib yang berakhir dengan kemenangan Islam, Mussanah tampil ke depan dan berbicara kepada suku Arab Kristen : "Kalian satu darah dengan kami, karena itu marilah kita maju bersama, memenangkan pertempuran ini."8) dalam kasus yang serupa, sekarang dapat dibandingkan dengan dukungan orang-orang Arab Kristen, seperti George Habash dan Hanan Asrawi, terhadap perjuangan Palestina di bawah Jesser Arafat, menghadapi Israel.
Kembali dalam kasus posisi gereja-gereja oriental (Syria dan Kupti) : antara pasukan Arab-Islam dan imperium Kristen Byzantium, dari sudut sosial/ politik justru mereka memilih berjuang bersama-sama Islam. Jadi, tidak ada sesuatupun secara politis hilang dari mereka, malah Islamiah yang justru membebaskan mereka dari penindasan Kristen Byzantium ketika itu. Jadi berbeda dengan Gereja Barat (Roma/Byzantium) yang salah satu faktor yang melatarbelakangi sikapnya yang konfontatif dengan Islam karena akar politik ini, maka tidaklah demikian dengan Gereja-gereja Arab, yang sampai sekarangpun eksistensi mereka berada di bawah pemerintahan Islam. Justru di kalangan Kristen Orthodox Syria, dikenal sebuah slogan :" Segala Puji bagi Allah (Al-Hamdu li’l-Lah) yang telah membebaskan kami dari kekuasaan Kristen Yunani yang menindas kami, kemudian menempatkan kami dibawah penguasa Arab Muslim.9) Sebab harus diakui, penguas Arab-Muslim memang menjamin keselamatan jiwa, harta, gereja, dan salib-salib mereka seperti dijamin dalam piagam yang dibuat Nabi Muhhamad dan sahabat-sahabatnya.10) sayang sekali, jatuhnya dinasti Abbasiyah ke tangan berbagai sulthan Muslim non- Arab, khususnya pada masa kekuasaan Ottoman, gereja-gereja Arab mengalami masa-masa serba tidak pasti dan mereka kehilangan banyak sekali anggotanya, akibat diberangusnya kebebasan beragama dan tidak diindahkannya lagi piagam Nabi Muhammad dan perlindungannya terhadap Ahl Ad Dimmiy (kaum minoritas yang dilindungi). Jaminan dan perlindungan Nabi Muhammad terhadap orang-orang kristen : harta, nyawa, gereja-gereja dan salib-salib mereka antara lain diakui sumber-sumber Islam maupun Kristen sendiri, seperti ditulis oleh Philip de Tarazi dalam bukunya berjudul : The Golden Era of Syrian.11)
Bersambung ke: "Upaya Kembali Menemukan Akar: Mengatasi Kesenjangan Budaya Kristen-Islam di Indonesia"
Upaya Kembali Menemukan Akar :
Mengatasi Kesenjangan Budaya Kristen-Islam di Indonesia
Harus ditekankan, bahwa dari sudut pandang budaya, gereja-gereja oriental (di Timur Tengah) justru lebih dekat dengan Islam, ketimbang gereja-gereja Barat yang selama lebih dari seribu tahun telah mengalami proses Westernisasi. Fakta sejarah menunjukkan, bahwa sejarahnya yang paling dini, bahasa Arab sudah dipakai dalam gereja Syria di kalangan suku-suku Arab dari wilayah Teluk yang bermigrasi di daerah-daerah pedesaan Syria sebelum Zaman Islam. Inskripsi-inskripsi Arab pra-Islam, seperti Namarah (328), Zabad (512) dan Harran (568) semua ditemukan disekitar wilayah Syria, dan semua terkait dengan konteks Syria : latarbelakang Arami dan menunjukkan ciri Kekristenan Syria. Inskripsi Zabad menyebutkan nama-nama Kristen Syria, yang diawali dengan ucapan Bism al-llah (bentuk pendeknya,"Bism-i'l-lah"), sedang inskripsi Harran berisi pendirian sebuah gereja yang dibaktikan kepada Mar Yuhanna al-Ma’mudan (St. Yohanes Pembabtis).12). A. Baumastrark mencatat, bahwa liturgi Mar Ya’Qub saudara Almasih yang sampai hari ini masih dirayakan tiap-tiap Minggu di gereja Syria, telah dirayakan diperkemahan-perkemahan Badui pada parohan abad ke-6 Masehi.13). Karena itu, selain masih dipertahankan bahasa Arami (Suryani) hingga hari ini, bahasa Arab adalah bagian yang terpisahkan dari gereja Syria. Kedudukan bahasa Arab sebagai bahasa Liturgi adalah sebanding dengan kedudukan bahasa Latin dalam Gereja Katholik. Selain itu gereja-gereja oriental melestarikan tradisi Rasuli, yang tidak menyangkut aspek 'aqidah tetapi juga aspek 'ibadah-nya: seperti sholat dan tilawat Alkitab( pembacaan ayat-ayat suci dengan dingajikan). Keterputusan Gereja Barat secara kultural dengan tradisi semitiknya (baik bahasa maupun budaya) membuat gereja-gereja di Indonesia agak tersentak mendengar pola ibadah gereja-gereja Oriental. Pertama kali, kami menghadirkan pelayanan pusat studi kami di Jakarta, seorang pastor membaca iklan kegiatan kami di SUARA PEMBAHARUAN, menelepon ke sekretariat mengenai sholat, dan ia baru mengerti setelah saya tunjukkan padanannya dalam bahasa latin "brevir"(atau liturgia horanum,"liturgi jam-jam tertentu"). Selanjutnya saya juga menerangkan asal-usul istilah Arab Sholat, yang dijumpai padanannya dalam bahasa Arami (bahasa yang dipakai Almasih sendiri): Shelota.14) Tradisi gereja purba juga mengenal ‘iddana shelota(Arab Sa’atush Shalat, "Waktu sembahyang") yang di dasarkan atas via dolorosa ("jam-jam sengsara") Almasih (Arab: thariqul alalam), yang kurang lebih sama dengan jam-jam shalat islam.15) Sebab lain, karena tidak menjemaatnya dalam gereja selama ini dengan original text of the Bible. Seorang rekan kristen saya cukup kaget ketika saya menunjukkan banyaknya paralel istilah keagamaan Islam dengan term-term Alkitab dalam bahasa Ibrani/Arami. Mengenai pararel istilah Shalat, saya mencontohkan Mazmur 122:6, "Berdoalah untuk kesejahteraan Yerusalem" (Ibrani : "Shalu Shalom Yerusalem"). Perhatikan kata "Shalu", demikian juga tentang waktu-waktu shalat Mazmur 55 : 18 menyebut dengan istilah Ibrani tsohorayim (tengah hari), yang sejajar dengan istilah dhuhr dan ‘erev (atau dalam doa Yahudi disebut dalam bahasa Ibrani Ma’ariv) yang sejajar dengan Maghrib. Lebih menarik lagi, dalam forum-forum kajian Islam yang pernah mengundang saya, saya tunjukkan beberapa istilah teknis Alkitab bahasa Arab dan term-term liturgis Gereja-gereja Arab yang sangat berdekatan dengan Islam. Misalnya, kata Ibrani Syir ha-Ma’alot (nyanian kenaikan/ziarah ke Yerusalem) yang menjadi judul Mazmur-mazmur 120-134, diterjemahkan Nasid-u 'I Hajj (Nyanyian orang-orang yang ber-hajji). Demikian juga, kedua hari raya Kristen dikenal dalam bahasa Arab sebagai Idul Milad (Natal) dan Idul Fashha (Paskah). Belum lagi term-term gereja Syria, yang bahkan memiliki paralel lebih dekat lagi dibanding dengan gereja-gereja Arab lainnya. Ungkapan Al-Hamd-u li ‘l-Lah (Segala puji bagi Allah) dan Subhana 'l-lah (Mahasuci Allah) kurang populer di liturgi koptik misalnya, tetapi sangat populer di Gereja Syria, karena istilah itu hanya trasliteransi harfiah dari term Arami : Hemda Allaha dan Subha Allaha.16). Di gereja-gereja Arab lainnya seperti Kupti(Coptic) lebih dikenal istilah Al-Majd-u li’l-Lah (Segala kemuliaan bagi Allah) dan Nasykur Rabbina (Syukur kepada Tuhan kita). Melihat fakta-fakta kedekatan kultural ini, tidak mengherankan apabila evaluasi kehadiran kami selama kurang lebih satu tahun, menunjukkan bahwa ummat Islam lebih bisa menerimanya ketimbang umat Kristen, seperti ditunjukkan dari tanggapan Cak Nur ( Dr. Nurcholis Madjid) dan Kang Jalal (Dr. Jalaluddin Rakhmat).17) dan tokoh- tokoh Islam lainnya, dibandingkan dengan misalnya Jan Kawatu, mantan Binmas Kristen Protestan, yang belum-belum sudah menunjukkan sikap apriorinya.18) Barangkali bentuk Kekristenan yang oriental seperti ini justru tidak asing bagi ummat Islam, sebab Al-Qur’an sendiri menyaksikan adanya orang-orang Kristen tertentu pada zaman Nabi yang mempunyai tradisi ibadah : men-"tilawat"-kan ayat-ayat Allah di tengah malam dan mereka juga bersujud ("yatluna ayaat-i 'l-Lahi ana’alayli wahum yasjudun"). 19) Semua fakta ini menunjukkan bahwa antara Islam dan Kristen Timur, seperti dikemukakan Cak Nur di depan ternyata lebih banyak memiliki latar belakang budaya yang sama. Tentu melaluinya, kita dapat lebih membangun kesaling-pengertian, karena berangkat dari tradisi dan warisan budya serta sejarah yang sama.
Bersambung ke: "Tinggal Masalah Teologis : Bagaimana Membangun kesalingfahaman berdasarkan sikap "agree in disagrement" ".
Tinggal Masalah Teologis : Bagaimana Membangun kesalingfahaman berdasarkan sikap "agree in disagrement".
Jadi, jika secara sosial /politik dan kultural tidak ada masalah lagi, berarti tinggal masalah teologis saja. Tetapi dengan sikap keagamaan yang inklusif dan lapang, maka perbedaan ‘aqidah bukanlah menjadi penghalang bagi terciptanya kerukunan. Sejarah Gereja Syria sendiri menunjukkan hal itu, seperti terbukti dari 2 fakta ini :
Pertama, hubungan yang baik antara penguasa Arab dengan putra-putra Gereja Syria membuktikan bahwa berpegang teguh kepada iman kristiani tidak berarti menghilangkan rasa kebanggaan nasional seorang kristen dan pengabdian kepada bangsa dan negaranya.20) kendatipun ia dipimpin oleh suatu penguasa yang berbeda agama dengan mereka.
Kedua, adanya perbedaan teologis bukan hanya terjadi antara suatu agama dengan agama lain, tetapi juga akibat persepsi yang berbeda dalam agama itu sendiri. Pengalaman gereja-gereja Timur Tengah yang justru menyambut pasukan Arab-Islam sebagai pembebasan mereka, menunjukkan perbenturan pandangan-pandangan(kristologis) dlam Kekristenan sendiri menunjukkan tingkat ke"fanatik-buta-an" sesama kristen, yang menghalalkan segala cara untuk memaksakan pendapat dan memusnahkan semua pihak yang bertentangan dengan pandangan kristologisnya (kasus penindasan kristen Byzantium terhadap orang-orang Kristen Oriental, khususnya Syria dan Mesir, yang membenarkan penindasan itu dengan menuduh orang mereka sebagai pengikut aliran bid’ah Monophisit, 21) atau Jacobite.22). sebaliknya justru tingkat toleransi yang lebih tinggi, bisa terjadi pada pihak agama lain (kasus sikap daulah Islam terhadap minoritas Kristen di Timur Tengah, segera setelah penaklukan Islam).
Dikemukan catatan di atas, tidak berarti antara Kristen dan Islam di Timur Tengah tidak ada benturan sama sekali. Pada awal perjumpaannya dengan Kekristenan Syria, adanya benturan teologis kecil pernah saja terjadi. Misalnya dikisahkan pada waktu Pathriakh Mar Yuhanna Abu Sedra II (wafat 648) menerjemahkan injil Muqaddas dari bahasa Arami/Suryani ke dalam bahasa Arab dengan bantuan para sarjana Kristen Arab dari suku Tanukh, Aqula dan tayy, atas permintaan ‘Umair Ibn Sa’ad Ibn Abi Waqqas Al-Anshariy, ‘emir al jazirat waktu itu. Pemimpin islan itu meminta agar ayat-ayat yang berkaitan dengan keilahian ‘Isa sebagai Kalimatullah(Firman Allah) dihapus saja, Pathriakh Yuhanna menjawab : " Saya tidak akan mengabaikan satu hurufpun dalam Injil dari junjungan kami, meskipun seluruh anak panah tentara tuan menembus kami". Selanjutnya, sang emir yang sangat menghormati keteguhan iman sang Patriarkh berkata,"Silahkan anda teruskan, sesuai dengan yang anda ketahui."23)
Dialog teologis yang terus menerus dapat diupayakan, walaupun mustahil menghasilkan suatu kesamaan, tetapi minimal dapat menghasilkan suatu kebersamaan, khususnya sedikit mencairkan kesalahpahaman kendala"bahasa teologis" antara kedua iman. Dengan warisan historisnya yang sangat berharga, khususnya dalam keberdampingan perkenbangannya yang panjang di tengah-tengah mayoritas masyarakat Islam, kita mengharapkan pelaui penghadirannya di Indonesia dari kristen Syria ini dapat digali beberapa "meeting point" dalam perjumpaan teologis Kristen-Islam. Seperti Seyyed Hosein Nassr dan Prof. Mukti Ali.24) dengan pendekatan "paralelisasi"-nya yang mencoba mendalami bahasa teologis suatu agama berdasarkan persuposisi agama yang bersangkutan (dan tidak menilai agama berdasarkan presuposisi agama kita), Kekristenan Semitik ini dapat dijadikan alternatif, untuk menjembatani dialog teologis Kristen Barat (Katholik dan Protestan) yang acap kali macet. Salah satu contoh saya ingin meminjam paralelisasi Nassr dan Mukti Ali yang membandingkan posisi Yesus dan Al-Qur’an, dimana kedua-duanya dipahami sebagai Sabda Ilahi dalam kedua agama. Dalam hal ini ditemukan banyak sekali kategori-kategori terminologis yang ternyata berdekatan satu sama lain, misalnya : penggunaan istilah "nuzul" (turun) dalam Kanun Al-Iman (Syahadat Kristen) untuk menggambarkan firman Allah yang menjadi manusia ( Al-Kalimat al-Mutajjasat). Dikatakan bahwa firman Allah itu telah "nazala minas sama’I wa tajjasada bi-ruhil quddusi wa min Maryam al-adza’wa shara insanan" (nuzul dari surga dan menjelma oleh kuasa Roh Kudus (Hayat Allah), sehingga umat Islam dapat membandingkan pengertian nuzul Qur’an. Juga suasana kedua iman : antara nuzul-u Al-Qur’an (turunnya Al-Qur’an) pada malan yang penuh dengan kebesaran (Laylat-u il-Qadar) satu malam yamh lebih mulia dari seribu bulan, dengan nuzul-u ‘I-kalimat-u ‘l-Mutajjasat (turunnya firman menjadi manusia) pada malam yang kudus (laylat-u ‘l-Quddus), satu malam dengan taburan seribu bintang. Demikian juga medium yang dipakai untuk pewahyuan itu dimana kebuta-hurufan nabi Muhammad yang sejajar dengan keperawanan Maryam, sma -sama menggambarkan kemurnian Firman itu tanpa campur tangan manusia. Di sinipun penghargaan kedua ummat terhadap sang medium itu, menunjukkan kesejajaran pula: kedua ummat memberi salam dan penghormatan yang pantas bagiNya. Sebagaimana Shalat Islam menyapa Muhhamad dengan "Salam-u ‘alaika ayyuha ‘n-Nabiy" (Salam bagimu, wahai Nabi ), demikian juga salam yang disampaikan gereja sepanjang abad kepada Maryam Bunda Gereja, berdasarkan Injil Lukas 1:28 dan 42 : "Salam-u alaiki, ya Maryam-a ‘l-adzra’I, al-Mumtali’at-an ni’mat-I wa’r Rabb-u ma’aki mubarakati anti fi ‘n-nisa’I wa mubarakat tsamarat-I bathniki, ‘Isa" (Salam bagi mu, ya Maryam sang Perawan, yang penuh kasih karunia, Tuhan besertamu, Terpujilah engakau dari antara segala wanita, terpujilah pula buah rahimmu,Yesus.25)" Keduanya menggambarkan misteri yang dalam dari pernyataan", kata Hoseein Nassr.26) Karena itu ada teolog tertentu mengusulakn jembatan Marial dalam dialog teologis Kristen-Islam, bukan berhenti pada pengkultusan Kepada Maria atau Muhhamad, tetapi untuk lebih mendalami misteri pewahyuan yang disampaikan kepada keduanya.27) sedangkan sikap kedua medium itu hendaknya menjadi teladan kita untuk menanggapi panggilan dan pernyataan Ilahi kepada kita.
Masih terkait dengan tema ini, ummat kristen di Timur Tengah juga mengenal sebuah ungkapan teologis dalam bahasa Arab yang berasal dari Majma’(konsili) Efesus(431): "Kalimat-u lladzi wulida min-a’l-Ab dunuumm,’an yuladu min umm dunu ab"(Firman Allah telah lahir dari Bapa tanpa seorang ibu, dan (dalam wujud nuzulnya sebagi manusia) telah lahir dari ibu tanpa seorang bapa". Bahwa kelahiran ‘Isa dari perawan (virgin birth) tanpa seoarng bapa, juga ditekankan Al-Qur’an, tetapi Al-Qur’an menolak kelahiran kekal almasih. Sebaliknya perlu ditekankan pula, bahwa dengan frasa : Lahir dari bapa tanpa seorang ibu, memaksudkan bahwa Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan secara fisik/biologis. (Iman kristen bisa menerima ayat Al-Qur’an yang berbunyi :"Lam yalid wa lam Yulad". Jadi, kendati Islam tidak bisa menerima kelahiran kekalnya, tetapi ummat Islam dapat membandingkan paralel maknanya dengan kekadiman Al-Qur’an sendiri. Karena dalam Iman Kristen ditekankan bahwa sebagai Firman Allah , Yesus itu "Al-Maulud-u ghayr-u ‘l-makhluq"(dilahir-kan, tidak diciptakan), mak khususnya kaum Ahl As-Sunnah wa al-Jama’ah juga menekankan ke-‘ghayr al-Makhluq’-an Al-Qur’an sebagai kalam Allah. Kendati tentang nuzulnya dalam ruang dan waktu, ada aspek Kalam Ladzi (kalam tertulis yang temporal), disamping Kalam Nafsiy (kalam kekal) yang tersimpan di Lauh al-mahfudz. Justru sebaliknya, ummat Kristen mengerti makna Qur’an seperti bagi ummat Islam, karena paralel pemahamannya sendiri tentang kesatuan kodrat ganda Almasih yang berasal dari dua kodrat " kemanusiaannya yang terikat ruang dan waktudan keilahiannya sebagi Firman Allah yang selalu satu dengan Allah dalan kekadiman. Melalui pemahaman yang baik atas bahsa teologis masing-masing, kedua ummat bisa datang pada sikap "agree in disagrement" (setuju dalam ketidaksetujuan), sehingga diharapkan terciptanya salaing pengertian antara keduanya.
Dalam konteks pemahaman seperti inilah, sikap ummat Kristen Orthodox terhadap Islam, yang dpat dikalimatkan dalam semboyan : "Al-Masih adalah Juruselamatku, Muslim Sahabatku". Dengan tetap mempertahankan jatidiri kita, sma sekali tidak ada halangan untuk kehup rukun dalam suasara proexisttence hidup rukun dengan semua orang, mengatasi batas-batas perbedaan agama dan keyakinan : hinneh matov u-mana’im syevet ahim gam-yahad (Zabur/Mazmur 133:1,"Alangkah baik dan indahnya apabila semua orang hidup bersaudara dan rukun bersama.")
Pustaka Acuan: Akan di kirimkan kepada peminat sbg attachement file krn di'scan"



Yeshua ha-Mashiach Juruselamatku, Taurat Kegemaranku

Rabbi Yeshua ha-Mashiach
Rabbi Yeshua dari Nazaret, begitulah Ia dipanggil sehari-hari. Ia hadir dan berkarya di tengah-tengah manusia sebagai seorang Pengajar Taurat.
Yeshua pun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu. (Matius 4:23)
Rabbi Yeshua adalah ha-Mashiach yakni Sang Mesias yang dinubuatkan oleh para nabi sejak dahulu kala.
"Lihat, itu hambaKu yang Kupilih, orang pilihanKu, yang kepadaNya Aku berkenan. Aku telah menaruh RohKu ke atasNya, supaya Ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa." (Yesaya 42:1)
Ia adalah Yesus Kristus yang anda kenal.
Yeshua memelihara dan menjalankan Taurat
Yeshua dilahirkan sebagai orang Yahudi. Ia disunat (Luk 2:27), mengenakan jumbai tzitzit (Mat 14:36, Bil 15:37-41), mengucapkan Shema (Mrk 12:29, Ul 6:4), merayakan hari raya Pesach (Mat 26:17, Mrk 14:12, Luk 2:41, Luk 22:7, Yoh 2:23), Sukkot (Yoh 7:2), Hanukkah (Yoh 10:22) sama seperti orang-orang Yahudi lainnya.
Alkitab juga menceritakan bahwa Yeshua mempunyai kebiasaan menghadiri kebaktian Sabat. Ia bahkan diberi kehormatan melakukan pembacaan kitab Taurat dan para nabi di depan jemaat.
Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaanNya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri hendak membaca dari Alkitab. (Lukas 4:16, lihat pula Markus 1:21, Lukas 4:31)
Ia adalah pelaku Taurat yang sempurna.
Yeshua datang bukan untuk meniadakan Taurat
"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat dan kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya." (Matius 5:17)
Yeshua mengajarkan hukum Taurat berlaku sampai akhir zaman
"Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu jot atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum semuanya terjadi. " (Matius 5:18)
"Lebih mudah langit dan bumi lenyap dari pada satu titik dari hukum Taurat batal." (Lukas 16:17)
Bandingkan dengan firman TUHAN dalam kitab Taurat.
"Aku akan mengadakan perjanjian antara Aku dan engkau serta keturunanmu turun-temurun menjadi perjanjian yang kekal, supaya Aku menjadi Allahmu dan Allah keturunanmu." (Kejadian 17:7)
"Kamu harus memegang ini sebagai ketetapan sampai selama-lamanya bagimu dan bagi anak-anakmu." (Keluaran 12:24)
Yeshua menyuruh kita untuk melakukan hukum Taurat
"Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang paling tinggi di dalam Kerajaan Sorga." (Matius 5:19)
"Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa. Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya." (Matius 23:2-3)
Yeshua mengecam penafsiran dan pelaksanaan hukum Taurat yang tidak benar
"Bagaimana mungkin kamu tidak mengerti bahwa bukan roti yang Kumaksudkan. Aku berkata kepadamu: Waspadalah terhadap ragi orang Farisi dan Saduki." (Matius 16:11)
Tetapi jawab Yeshua kepada mereka: "Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?" (Matius 15:3)
"Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia." (Matius 15:9)
"Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya." (Matius 23:4)
"Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan." (Matius 23:23)
Yeshua memberitahu siapa saja yang masuk ke dalam Kerajaan Sorga
"Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga. " (Matius 5:20)
"Bukan setiap orang yang berseru kepadaKu : Tuhan, Tuhan ! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak BapaKu yang di sorga." (Matius 7:21)
"Tetapi jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah." (Matius 19:17b)
Yeshua tidak membuat agama baru
Ajaran Yeshua bukanlah ajaran yang baru. AjaranNya adalah ajaran yang berbasiskan hukum Taurat dan ajaran para nabi.
"Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." (Matius 7:12)
Bandingkan dengan ucapan Rabbi Hillel yang mengajar di Bait Allah pada masa kecil Yeshua :
"Apa yang jahat di matamu jangan lakukan itu terhadap sesamamu. Itulah keseluruhan Taurat, sementara sisanya merupakan penjelasan saja, maka pergilah dan pelajarilah." (Shabbat 31a)
Yeshua datang untuk mengajar dan membimbing kita ke arah pemahaman Taurat Allah yang sempurna.
Bagaimana cara beribadah para pengikut Yeshua yang mula-mula ?
"Sekte orang Nasrani" (Ibrani: Netzarim) adalah sebutan mula-mula buat pengikut Yeshua (Kis 24:5). Mereka tetap menjalankan Taurat dengan taat. Mereka hidup menuruti ajaran Yeshua.
Dengan bertekun dan dengan sehati mereka berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. (Kisah Para Rasul 2:46).
Perhatikan bagaimana mereka tidak memisahkan diri dari peribadatan orang Yahudi. Mereka mengerti bahwa Yeshua sama sekali tidak membuat agama baru.
Kaum Miskin menjaga ajaran Yeshua yang sebenarnya
Jemaat yang mula-mula adalah jemaat di Yerusalem yang dipimpin oleh rasul Ya’aqov (Yakobus). Mereka dikenal sepanjang sejarah sebagai Kaum Miskin (Ibrani: Evionim).
Ya’aqov dan Kaum Miskinnya sama sekali tidak mengabaikan Taurat bahkan sebaliknya sangat taat dalam menjalankan setiap hukum yang ada. Hal ini dapat kita simak lewat penuturan Ya’aqov di hadapan Shaul (Paulus).
"Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin memelihara hukum Taurat." (Kisah Para Rasul 21:20)
Mereka hidup sangat sederhana, terus memelihara Taurat, serta dengan setia menantikan kedatangan Yeshua yang kedua kali.
Rasul Shaul (Paulus) adalah salah seorang tokoh sekte Nasrani
"Tetapi aku mengakui kepadamu, bahwa aku berbakti kepada Allah nenek moyang kami dengan menganut Jalan Tuhan, yaitu Jalan yang mereka sebut sekte. Aku percaya kepada segala sesuatu yang ada tertulis dalam hukum Taurat dan dalam kitab nabi-nabi. " (Kisah Para Rasul 24:14)
Shaul juga memelihara Taurat
Shaul adalah seorang yang taat dalam menjalankan Taurat. Ia bersembahyang di sinagoga (Kis 16:13,17:2,18:19), menyunat Timotius (Kis 16:1-3), bernazar dan mentahirkan diri (Kis 18:18,21:26), merayakan hari raya Hag ha-Matzah (Kis 20:6), merayakan hari raya Shavuot (Kis 20:16), berpuasa pada hari raya Yom Kippur (Kis 27:9), memberikan persembahan di Bait Allah (Kis 21:26, 24:17). Tetapi ajarannya sering kali disalah-pahami orang sebagai ajaran yang membatalkan hukum Taurat. Dalam Kisah Para Rasul 21:18-26 diceritakan bagaimana Shaul membuktikan ketidakbenaran itu atas permintaan Ya’aqov dan para penatua di Yerusalem.
"Tetapi mereka mendengar tentang engkau, bahwa engkau mengajar semua orang Yahudi yang tinggal di antara bangsa-bangsa lain untuk melepaskan hukum Musa, sebab engkau mengatakan, supaya mereka jangan menyunatkan anak-anaknya dan jangan hidup menurut adat istiadat kita. Jadi bagaimana sekarang? Tentu mereka akan mendengar, bahwa engkau telah datang ke mari. Sebab itu, lakukanlah apa yang kami katakan ini: Di antara kami ada empat orang yang bernazar. Bawalah mereka bersama-sama dengan engkau, lakukanlah pentahiran dirimu bersama-sama dengan mereka dan tanggunglah biaya mereka, sehingga mereka dapat mencukurkan rambutnya; maka semua orang akan tahu, bahwa segala kabar yang mereka dengar tentang engkau sama sekali tidak benar, melainkan bahwa engkau tetap memelihara hukum Taurat." Pada hari berikutnya Shaul membawa orang-orang itu serta dengan dia, dan ia mentahirkan diri bersama-sama dengan mereka. (Kisah Para Rasul 21:21-24,26)
Shaul tidak membatalkan Taurat
Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya. (Roma 3:31)
Apakah hukum Taurat itu dosa ? Sekali-sekali tidak. (Roma 7:7)
Jadi hukum Taurat adalah kudus, dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik. (Roma 7:12)
Manusia memutar-balikkan ajaran Shaul
Rasul Shim’on Kefa (Petrus) mengakui bahwa dalam surat-surat Shaul ada hal-hal yang sukar dipahami. Ia berpesan agar berhati-hati terhadap bahaya pemutar-balikkan surat-surat Shaul tersebut.
Anggaplah kesabaran Tuhan kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Shaul, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain. (II Petrus 3:15-16)
Siapakah mereka ini ? Mereka adalah "orang-orang yang tidak mengenal hukum Allah" (II Petrus 3:17). Mereka tidak memiliki basis kepercayaan yang berdasarkan Taurat Allah. Mereka mengajarkan bahwa Yeshua datang untuk membebaskan kita dari kutuk hukum Taurat. Mereka menukar hari Sabat menjadi hari Minggu, menjadikan hari raya berhala Sol Invictus sebagai hari kelahiran Yeshua, serta mengajarkan kebencian terhadap orang Yahudi. Mereka membuat agama dan peribadatan baru yang berbeda dengan apa yang dianut oleh para jemaat mula-mula.
Mereka inilah yang telah menyerongkan ajaran Yeshua dan rasul Shaul.
Komunitas Nasrani hendak kembali kepada ajaran Yeshua yang sebenarnya
Apakah Komunitas Nasrani itu ?
Kami adalah komunitas religius yang berusaha kembali kepada konteks ajaran Yeshua yang sebenarnya. Komunitas Nasrani telah bertekad untuk menjalankan ajaran Yeshua seperti layaknya jemaat mula-mula di Yerusalem.
Komunitas Nasrani ingin menjadi penerus Kaum Miskin yakni menjadi Terang untuk segala bangsa.
Beginilah firman TUHAN semesta alam : "Pada waktu itu sepuluh orang dari berbagai bangsa dan bahasa akan memegang kuat-kuat punca jubah seorang Yahudi dengan berkata : Kami mau pergi menyertai kamu, sebab telah kami dengar bahwa Allah menyertai kamu !" (Zakharia 8:23)
Kepercayaan kami
Shema Yisrael, Adonai Eloheynu, Adonai echad !
Dengarlah, hai orang Israel, TUHAN Allah kita, TUHAN itu esa ! (Ulangan 6:4)
Kami sepenuhnya percaya kepada keesaan dan keunikan Tuhan (Ul 6:4, Yes 43:10-11, Yes 44:6). Tiada Tuhan selain YHWH – Tuhan Yang Maha Tinggi, Yang Maha Suci, Yang Maha Kuasa, Pencipta Alam Semesta, Bapa kami. Inilah landasan iman Israel turun-temurun sejak zaman Musa. Yeshua menegaskan landasan iman ini sebagai hukum yang terutama.
Jawab Yeshua, "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, TUHAN Allah kita, TUHAN itu esa !" (Markus 12:29)
Kami juga percaya bahwa TUHAN telah menyatakan diriNya melalui berbagai cara dan karakteristik, diantaranya melalui Firman (Ibrani : Memra) dan Roh Kudus (Ibrani : Ruach ha-Kodesh).
Yeshua adalah Firman Allah yang hidup
Kami percaya Yeshua adalah Firman yang menjadi manusia (Yoh 1:1,14; Why 19:13). Ia adalah yang keluar dan datang dari Tuhan (Yoh 8:42). Yeshua adalah kegenapan janji Allah dalam kitab Yeremia.
"Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu", demikianlah firman TUHAN : "Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umatKu." (Yeremia 31:33)
Yeshua adalah Keselamatan dari Allah
Kami percaya bahwa kami telah menerima keselamatan karena anugerah dari Tuhan semata-mata, bukan diperoleh dari hasil perbuatan kami. TUHAN adalah sumber keselamatan kami.
Sebab itu kamipun telah percaya kepada Yeshua ha-Mashiach, supaya kami dibenarkan oleh karena iman dalam ha-Mashiach dan bukan oleh karena melakukan hukum Taurat. (Galatia 2:16)
Taurat adalah pengajaran Allah untuk umatNya
Ingatlah kita telah diselamatkan dan ditebus untuk menjadi bagian dari umatNya. Sebagai umatNya kita diminta untuk hidup kudus.
"Kuduslah kamu karena Aku, TUHAN, Allahmu kudus." (Imamat 19:2)
Taurat berisi pengajaran dan tuntunan bagaimana untuk hidup kudus di hadapan TUHAN. Untuk maksud itulah Taurat diberikan kepada kita.
"Maka haruslah engkau insaf bahwa TUHAN, Allahmu, mengajari engkau seperti seseorang mengajari anaknya. Oleh sebab itu haruslah engkau berpegang kepada perintah TUHAN, Allahmu, dengan hidup menurut jalan yang ditunjukkanNya dan dengan takut akan Dia." (Ulangan 8:4-5)
Menjalankan Taurat sebagai wujud kasih setia kita kepada TUHAN
Kami percaya menjalankan Taurat adalah kewajiban moral umat Allah dan pernyataan kasih setia kita kepada TUHAN.
"Sesungguhnya kamu harus berpegang pada ketetapanKu dan peraturanKu. Orang yang melakukannya, akan hidup karenanya; Akulah TUHAN." (Imamat 18:5)
Berbahagialah orang-orang yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat TUHAN. (Mazmur 119:1)
Tetapi Yeshua berkata: "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya." (Lukas 11:28)
Seruan kepada umat Kristen
Kami memanggil seluruh umat Kristen untuk membuat keputusan untuk kembali kepada agama, ajaran, dan tata-cara hidup yang dipraktekkan dan dicontohkan oleh Rabbi Yeshua ha-Mashiach. Shalom. Tuhan memberkati.
Buatlah aku mengerti, maka aku akan memegang Taurat-Mu; aku hendak memeliharanya dengan segenap hati. (Mazmur 119:34)
Dengan demikian kepada kamu akan dikaruniakan hak penuh untuk memasuki Kerajaan kekal, yaitu Kerajaan Tuhan dan Juruselamat kita, Yeshua ha-Mashiach. (II Petrus 1:11)
Jika anda ingin mengenal lebih jauh tentang Komunitas Nasrani, kunjungilah situs web kami di http://www.angelfire.com/id/nasrani
Atau anda juga bisa menghubungi kami di alamat email nazarenes@...
(Komunitas Nasrani tidak memiliki hubungan dengan gereja atau organisasi manapun dan tidak pernah memungut sumbangan/dana dalam bentuk apapun)
Tambahan keajaiban Jari Jemari:
- Tahukah anda, bahwa ruas-ruas tulang jari (tapak tangan maupun telapak
kaki) anda, terkandung jejak-jejak nama Allah, tuhan yang sebenar pencipta
alam semesta ini. Kalau nggak percaya bisa didemonstrasikan. Silakan
perhatikan salah satu tapak tangan anda (bisa kanan bisa kiri). Perhatikan
lagi dengan seksama:
jari kelingking ==> membentuk huruf alif
jari manis, jari tengah, dan jari telunjuk ==> membentuk huruf lam (double)
jari jempol (ibu jari) ==> membentuk huruf ha'
Jadi jika digabung, maka bagi anda yang mengerti huruf Arab akan mendapati
bentuk tapak tangan itu bisa dibaca sebagai Allah (dalam bahasa Arab).
- Tahukah anda, jumlah ruas-ruas jari jemari anda mengandung keajaiban angka
19.
(catatan: dengan mengabaikan ruas-ruas tulang pergelangan). Silakan anda
hitung sendiri maka akan anda dapati sbb:
jari kelingking ==> ada empat ruas
jari manis ==> ada empat ruas
jari tengahmanis ==> ada empat ruas
jari telunjukmanis ==> ada empat ruas
jari jempol (ibu jari) ==> ada tiga ruas
----------------------- +
( 4 + 4 + 4 + 4 + 3 ) Total jumlah = 19 ruas
Wassalam
RABA
Note: Bagi yang belum membaca posting saya berjudul "Keajaiban Angka 19"
bisa klik disini:
http://www.egroups.com/message/raba19/588
-----Original Message-----
From: Aus Hidayat Nur
Date: Monday, June 05, 2000 9:06 AM
Subject: KEAJAIBAN JARI JEMARI
KESAKSIAN JARI JEMARI
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan
mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka
usahakan. (QS. 36. Yaasin: 65)
Di antara ni’mat Allah yang besar kepada manusia adalah diberikannya tangan
dan kaki yang sangat besar manfaat kegunaannya. Di ujung tangan itu ada jari
jemari yang memiliki banyak sekali fungsi dan kegunaan. Selain untuk
mengambil, meletakkan atau membawa sesuatu bersama telapak tangan jari
jemari dapat mengepal, memijit, menggosok, memukul, menonjok, menjitak,
memilin, memelintir, meremas, membelai, menusuk, mencengkeram, dan
lain-lain.
Jari-jemari tangan kita kiri kanan masing-masing terdiri dari 5 sehingga
semuanya ada 10 dan masing-masing memiliki 3 ruas sehingga jumlah
keseluruhannya 30 ruas.
{RABA koreksi: bukan 30.... tapi 38, dengan perincian masing-masing terdiri
dari 19 ruas jari jemari}.
Keduanya berfungsi seimbang dan dapat bekerjasama dengan baik untuk
kepentingan sang pemilik. Keseluruhan ruas jari ini ini dapat ditekuk-tekuk
sedemikian rupa sehingga bersama dengan telapak tangan dapat melakukan
banyak aktifitas… Bila satu ruas saja bermasalah, pemiliknya pasti akan
merasa susah. Jika satu saja jari Anda terkilir, dapat dipastikan Anda akan
menjadi repot… Jari jemari yang posisinya seimbang itu dilengkapi dengan
kuku-kuku bermanfaat. Dia bisa digunakan untuk mencubit, mengambil barang
yang kecil dengan jalan mencabut, jari dan kuku juga berfungsi untuk
keindahan.
Kebaikan dan Keburukan
Setiap jari – ibu jari, telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking
punya aktifitas masing-masing sesuai profesi pemiliknya. Ada yang sering
dipakai untuk menjahit, memegang uang, memegang cangkul, mesin, mengetik,
dan lain-lain… sesuai dengan jenis kerja pemiliknya. Jari jemari sangat
penting bagi para olahragawan yang keahliannya menggunakan tangan dan para
seniman yang berkarya dengan jemarinya.. Aktifits jari jemari memang untuk
membantu manusia melaksanakan pekerjaan dan merealisasikan keinginannya.
Gerakan-gerakan jari-jemari pun memiliki makna sendiri-sendiri. Acungan
jempol misalnya berarti ungkapan, “bagus” atau “hebat”. Anda tidak
mendapat
sesuatu yang Anda inginkan atau “kecele” biasanya diistilahkan dengan
“gigit jari”. Jari-jemari pun jadi alat isyarat. Ketika kita menyatakan
persabatan kita pun berjabat tangan yang merekatkan telapak tangan dan jari
jemari kita ke tangan sahabat kita. Jari yang telunjuk yang ditaruh tegak di
depan mulut berarti “Hati-hati” atau “Berhentilah bicara”. Jari yang
diletakkan melintang di kening menandakan bahwa pelakunya hendak memberi
tahu bahwa seseorang itu tidak waras (sinting)… Telunjuk yang diarahkan
kepada seseorang berarti menuding. Bila kesemua jari dan telapak tangan
diangkat ke atas berarti lambaian. Banyak isyarat lain dilakukan dengan
jari.
Al Qur-an juga menggambarkan fungsi jari sebagai alat isyarat. Orang munafik
yang menolak kebenaran dalam Al Qur-an dilukiskan sebagai orang-orang yang
menyumbat kuping dengan jarinya.
Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai
gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak
jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. Dan Allah
meliputi orang-orang yang kafir. (QS. 2. Al Baqarah:19)
Menyumbat telinga dengan jari dalam ayat di atas adalah kiasan menutup hati
dari bimbingan hidayah Allah. Inilah kiasan terhadap orang-orang munafik
yang hatinya berpenyakit dan enggan menerima kebenaran.
Para koruptor menggunakan jari jemarinya untuk memindahkan angka-angka
hitungan uang dalam memanipulasi para pemeriksa keuangan di tempatnya
bekerja. Jempol dan telunjuk digunakan menulis dengan pulpen atau pinsil di
atas kertas. Seorang direktur menandatangani surat-surat penting dengan
pulpennya… para pelajar mencatat pelajaran, para pelukis menggambar di atas
kanvas, dan lain-lain.
Jari jemari digunakan untuk keburukan misalnya oleh para pengarang yang
mengotak-ngatik tulisan sehingga menyesatkan orang lain. Ujung
jari-jemarinya digunakan untuk menekan tuts huruf di atas keyboard ketika
membuat tulisan yang membangkitkan selera rendah orang lain. Seorang
pembunuh yang menggunakan pistol memakai telunjuknya untuk menarik picu
pistolnya sehingga pistol itupun memuntahkan peluru. Para penjahat dan
pelaku kecurangan menggunakan jari jemari dalam menjalankan aksinya,
Sebaliknya jari jemari juga dilakukan untuk kebaikan dan ibadah kepada
Allah. Dengan jari jemari Anda dapat menolong orang lain. Anda yang
sedang berzikir kepada Allah juga menggunakan jari jemari untuk menghitung
puji-pujian terhadap Allah. Jumlah kalimat thoyyibah : Subhanallah,
Alhamdulillah, dan Allahu Akbar biasanya dihitung masing-masing 33 kali
sedangkan istighfar dan Laa ilaha-illallah 100 kali sehingga mudah dilakukan
dengan menekan jari jemari yang berjumlah 30 dan ditambah 3. Ketika Anda
berdiri dalam sholat jari-jari tangan sebelah kanan di taruh di atas tangan
kiri. Jari telunjuk pun diacungkan ketika seseorang mengucapkan dua kalimat
syahadat di dalam sholatnya. Karena itu jari jemari ini tahu persis apa
yang telah dilakukan pemiliknya…. Apakah jari Anda digunakan berdzikir,
bersyahadat ataupun melaksanakan ibadah lainnya… Apakah dia membuat
kebaikan ataukah keburukan, semua ada balasannya.
Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan
melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat
dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula. (QS. 9. Az
Zalzalah:7-8)
Menjadi Saksi
Kendati banyak sekali fungsi dan perannya, jari jemari tidak menentukan
segalanya dalam aktifitas hidup manusia. Sebab pengendali utama hidup
manusia adalah hatinya. Jika hatinya sehat manusia menjadi baik. Jika
harinya berpenyakit maka perbuatannya pun akan buruk. Jari jemari melakukan
tugas yang diperintahkan otak manusia. Otak ini dikendalikan hati yang
terdapat di dalam dada… Dengan sangat indah Nabi Muhammad Shollallahu
Alaihi Wa Sallam menggambarkan bahwa hati mukmin berada di antara jemari Ar
Rahmaan
Maksudnya Allah teramat dekat dengan manusia sehingga sewaktu-waktu dapat
membolak-balik hatinya dari posisi beriman menjadi kufur atau dari kufur
menjadi mukmin. Setiap muslim dituntut memelihara imannya dan berdo’a kepada
Allah,
Ya Allah yang mampu membolak-balik hati teguhkanlah hatiku dalam agama-Mu
(Al hadits)
Muslim hendaknya memelihara keteguhan hatinya di dalam agama Allah dan
mencegah jari jemarinya dari perbuatan durhaka. Sebab, jari jemari itu akan
menjadi saksi atas apa yang diperbuat pemiliknya. Al Qur-an menyatakan
tentang kondisi hari kiamat dimana jari jemari manusia yang telah hancur
bercampur tanah akan dikembalikan,
Bukan demikian, sebenarnya Kami kuasa menyusun (kembali) jari jemarinya
dengan sempurna. (QS. 75. Al Qiyamah:4)
Inilah penggambaran yang sempurna tentang kehidupan sesudah mati. Allah akan
menyusun kembali tulang belulang manusia yang berserakan. Bahkan setiap ruas
jari-jemari akan kembali utuh sebagaimana semula…. Si empunya jari jemari
itu pun dituntut pertanggungjawaban terhadap apa yang telah diperbuat nya.
Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan
mereka dan memberi kesaksian kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka
usahakan. (QS. 36. Yaasin:65)
Tidak itu saja, persaksian terhadap sikap, ucapan, dan perilaku bukan hanya
disampaikan oleh jari jemari tetapi juga oleh kulit manusia. Karena seperti
halnya jari jemari setiap sel kulit akan kembali seperti semula untuk
memberikan persaksian terhadap apa yang diperbuat oleh pemiliknya…..
Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit
mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan.
(QS. 41. Fushshilat:20)
KEAJAIBAN SIDIK JARI
Ilmu pengetahuan modern menyingkap banyak hal yang membuat keimanan seorang
mukmin terhadap keterangan Al Qur-an semakin mantap. Ayat-ayat Allah di
dalam Al Qur-an menjadi benar-benar jelas tergambar dan terbukti
kebenarannya manakala kita melihat bukti-bukti nyata dalam alam semesta dan
kemajuan ilmu pengetahuan.
Dalam kasus pembunuhan misalnya, Polisi dapat mengidentifikasi kejahatan
berdasarkan sidik jari yang ditinggalkan oleh pelaku di tubuh korban. Hal
ini disebabkan struktur sidik jari setiap orang berbeda satu dengan lainnya.
Bila kelak penjahat itu telah ditemukan maka untuk membuktikan kejahatannya
sidik jarinya akan dicocokkan dengan sidik jari yang ada dalam tubuh
korban…. Maka si penjahat tidak dapat memungkiri perbuatannya di hadapan
polisi.
Karena itu pula seorang yang mau menggunakan ATM (Anjungan tunai Mandiri) di
masa depan mungkin tidak perlu lagi menggunakan kode-kode PIN yang perlu dia
ingat. Cukup dengan menaruh telapak tangan di atas mesin yang dapat
mengidentifikasi dirinya. Jumlah uang yang diinginkan pun tidak perlu
ditekan-tekan lagi tetapi cukup dengan diucapkan dan komputer akan
menerjemahkannya dalam bahasa angka. Berapa jumlah uang yang Anda minta akan
diberikan dan uang di rekening Anda akan dipotong dengan sendirinya.
Pintu rumah di zaman yang akan datang tidak perlu lagi dikunci dengan alat
kunci tradisional tetapi bisa dibuka oleh alat sensor yang hanya mengenal
jari-jari orang tertentu saja….. Demikian juga stir mobil akan mengenal
hanya pengemudi tertentu saja karena ada sensor yang mengenal jari
pemiliknya.
Keistimewaan pada jari jemari manusia menunjukkan kebenaran firman Allah
yang menyatakan bahwa segala sesuatu ada bekasnya. Allah tidak akan
menyia-nyiakan bekas-bekas ini untuk dituntut di yaumil akhir nanti.
Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang
telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan.Dan segala
sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh). (QS. 36.
Yaasin:12)
Sekte Nasrani
Josephus, sejarahwan Yahudi pada abad pertama, menulis ada empat sekte utama di dalam Yudaisme: Farisi, Saduki, Esseni dan Zelot. Para pengikut Yesus yang mula-mula dikenal pula sebagai sebuah sekte yang disebut Nasrani (Yunani: Nazoraios), yang mana juga membentuk bagian penting dalam komunitas Yahudi pada era Bait Allah kedua.
Sekte Nasrani tersusun atas kebanyakan orang Yahudi[1], kemudian orang-orang bukan Yahudi yang menganut agama Yahudi (Yunani: proselutos)[2], dan mungkin pula para pengikut Yohanes Pembaptis. Mereka sangat rajin (zealous) memelihara Taurat (Kis 20:21) dan terus beribadah seperti orang Yahudi lainnya (Kis 2:45). Kepemimpinan sekte ini secara berturut-turut dipegang oleh orang-orang yang berhubungan darah dengan Yesus, yang pertama adalah Yakobus, saudara Yesus, kedua Simeon anak Klopas, sepupu Yesus, ketiga Yustus, yang juga adalah sepupu Yesus, dan seterusnya.[3]
Asal-usul sebutan Nasrani
Sebutan Nasrani (Ibrani: Netzarim) berasal dari kalangan Yahudi untuk menyebut para pengikut Yesus (Kis 24:5, 14; Talmud Shabbath 116a, Gittin 57a, Avodah Zarah 48a). Dari mana sebutan ini berasal masih menjadi bahan perdebatan oleh para sarjana. Sebagian sarjana berpendapat bahwa nama tersebut berasal dari kata Ibrani Netzer (tunas) yang dikaitkan dengan Yesaya 11:1. Tetapi teori ini tidak masuk akal sama sekali jika mengingat istilah Nasrani tersebut berasal dari orang Yahudi yang tidak percaya. Jika kata Nasrani berasal dari Netzer maka sama artinya mereka mengakui bahwa Yesus adalah Sang Tunas tersebut. Walaupun demikian menurut Epiphanius Beberapa sarjana lainnya meyakini bahwa kata tersebut berasal dari kata Ibrani Nazir, yaitu sebutan untuk orang yang menyerahkan hidupnya untuk Tuhan seperti Samson (Hak 13:5) dan Samuel (1 Raj 1:11). Menurut keterangan Hegesippus yang dikutip oleh Eusebius, Yakobus pemimpin sekte Nasrani hidup sebagai seorang nazir, tidak minum anggur, tidak makan daging dan tidak mencukur rambut (Historia Ecclesia II,xxiii). Praktek menahirkan diri nampaknya dilakukan oleh para pengikut Yesus mula-mula seperti yang terlihat dalam Kis 21:23. Nazar yang dilakukan oleh Paulus di dalam Kis 18:18 boleh jadi merupakan praktek yang serupa. Satu lagi teori mengatakan bahwa kata Nasrani berasal dari kata Ibrani Natzar yang artinya “menaati, memelihara, menjaga”. Kata ini dengan mudah bisa dihubungkan dengan istilah Yahudi Notsray haTorah yang artinya “penjaga atau pemelihara Taurat”. Istilah ini memang cocok sekali dengan cara hidup para pengikut Yesus yang mula-mula tetapi akan menjadi paradoks mengingat siapa pemberi nama Nasrani itu. Jika orang-orang Yahudi (Farisi) memberikan nama Nasrani dengan pengertian bahwa pengikut Yesus adalah “penjaga Taurat”, lalu mereka sendiri sebagai apa ? Mungkin nama Nasrani diambil dari kota kelahiran Yesus, Nazaret[4] adalah jawaban yang terbaik.
Istilah lain yang diberikan kepada para pengikut Yesus yang mula-mula adalah Evyonim (orang miskin) diambil dari khotbah Yesus: “Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat 5:3). Hal ini juga tercermin dalam kehidupan para pengikut Yesus mula-mula yang sangat bersahaja (Kis 2:45, 2 Kor 8:9). Epiphanius, tokoh Gereja dari abad keempat, juga mencatat pengikut Yesus mula-mula disebut dengan IESSAIOI (Panarion 29 1, 3-9; 4,9).
Istilah lain yang tidak kalah pentingnya adalah Kristen (Kis 11:26) yang sekarang digunakan secara luas. Istilah ini muncul di kalangan orang percaya bukan Yahudi di Antiokhia, sebuah kota koloni Yunani di luar Palestina, beberapa dekade setelah kenaikan Yesus. Secara literal, Kristen artinya “pengikut Kristus” (Mesianis).
Menarik untuk disimak bahwa para pengikut Yesus yang mula-mula tidak menyebut diri mereka Nasrani, Evyonim, atau Kristen. Mereka lebih memilih menyebut diri mereka pengikut “Jalan Tuhan” (Kis 9:2,13:10,18:25,19:9,19:23,22:4-5,24:14,24:22) atau "Jalan Allah" (Mat 22:16, Luk 20:21, Kis 18:26) atau "Jalan Kebenaran" (2 Pet 2:2,21).
Sekte Nasrani diusir dari Yudaisme
Sampai akhir abad pertama, sekte Nasrani masih beribadah bersama-sama dengan orang Yahudi lainnya. Hal ini bisa kita jumpai dalam aneka sumber, salah satunya adalah Toldoth Yeshu, sebuah karya sastra derogatori dari kalangan Yahudi dari abad kelima.
"Sepeninggal Dia [Yeshu] murid-muridnya ada bersama-sama dengan orang Yahudi dan Bani Israel di sinagoga-sinagoga, bersembahyang dan berpuasa di tempat yang sama. Tetapi ada perbedaan pendapat antara mereka dan orang Yahudi mengenai Mesias." (Toldot Yeshu)
Bahkan sampai abad kelima, di belahan timur, sekte Nasrani masih beribadah bersama-sama orang Yahudi. Hal ini terungkap dalam surat St. Yerome kepada St. Agustinus pada tahun 404.
"…Pada zaman kita ada sebuah sekte di kalangan orang Yahudi di seluruh sinagoga-sinagoga di Timur, yang disebut Minim, dan sekarang dicap bidah pula oleh orang Farisi. Pengikut sekte ini dikenal luas sebagai kaum Nasrani, mereka percaya kepada Kristus, anak Allah, lahir dari perawan Maria, dan mereka berkata bahwa Ia yang menderita di bawah Pontius Pilatus, dan bangkit lagi, adalah orang yang sama seperti yang kita percayai. Tetapi sementara mereka ingin menjadi Yahudi dan Kristen sekaligus, mereka akhirnya tidak tergolong ke dalam salah satu pun…" (Surat Yerome kepada Agustinus)
Pada tahun 90, Samuel ha-Katan ditugaskan untuk menambahkan ucapan doa yang kemudian di kenal sebagai Birkat haMinim ke dalam doa orang Yahudi (Berachot 29b). Dalam Birkat haMinim masa kini memang tidak terdapat lagi kata Nasrani di dalamnya tetapi sebuah salinan tua yang ditemukan di Kairo Genizah berbunyi:
“Biarlah tidak ada pengharapan bagi para pemberontak, dan semoga kerajaan yang congkak segera dirubuhkan pada hari ini, dan orang Nasrani dan orang Minim menghilang dan dilenyapkan dari buku kehidupan. Terpujilah Engkau Tuhan yang merendahkan orang-orang congkak.”
Sejak itu sulit bagi orang-orang Nasrani untuk berpartisipasi di dalam sinagoga. Ephiphanius pada abad keempat menulis:
“Orang Yahudi tidak saja membenci mereka; bahkan berdiri di pagi hari, siang hari dan malam hari, tiga kali sehari mengucapkan doa di sinagoga-sinagoga, mengutuki dan melaknati mereka. Tiga kali sehari mereka berkata: “Tuhan mengutuki orang Nasrani.” Sebab orang Yahudi menyimpan kebencian terhadap mereka, jika boleh, walaupun mereka juga adalah Yahudi, mereka mengakui bahwa Yesus adalah Mesias…” (Panarion 29)
Atas sikap tidak bersahabat ini, kemudian timbul rasa kebencian terhadap orang Yahudi di kalangan orang-orang Nasrani non-Yahudi. Sentimen kebencian terhadap orang Yahudi yang telah merebak di dalam masyarakat Romawi sejak dulu serasa menemukan tempatnya kembali (lihat seri tulisan: Sikap Anti-Yahudi Bapa Gereja).
Dan penyesatan pun dimulai…
Hegesippus dalam bukunya Memoir seperti yang dikutip oleh Eusebius mencatat bahwa setelah kematian Yakobus, Simeon anak Klopas ditunjuk untuk menjadi pemimpin berikutnya. Hegesippus ini adalah seorang Yahudi pengikut Yesus yang hidup tepat setelah generasi para rasul. Hegesippus menegaskan bahwa sampai hari itu, jemaat pengikut Yesus masih belum dicemari oleh ajaran-ajaran yang menyesatkan. Selanjutnya ia menulis:
“Tetapi Thebuthis, karena ia tidak dipilih menjadi pemimpin, mulai menyesatkan jemaat. Darinya berkembang tujuh sekte di tengah orang banyak [masing-masing dinamai menurut pemimpin mereka], seperti Simonian, Kleobian, Dosithean, Goratheni, Masbothaean. Dari mereka ini muncul kaum Menandrianis, Marcionis, Karpokratian, Valentinian, Basilidian, dan Saturnilian. Masing-masing secara terpisah mengajarkan ajaran mereka sendiri. Dari mereka muncul Mesias palsu, nabi palsu, rasul palsu yang memecah belah jemaat dengan ajaran sesat melawan Tuhan dan melawan Mesias-Nya.” (Historia Ecclesia IV, 22)

Inilah yang dimaksud oleh Petrus di dalam 2 Petrus 3:15-17 ketika ia mengingatkan kita akan bahaya pemutar-balikkan ajaran Paulus oleh orang-orang yang tidak mengenal hukum (baca: orang bukan Yahudi).
Berbarengan dengan itu masuk pula paham Gnostisme. Ensiklopedia Katholik menjelaskannya dengan definisi singkat: “the doctrine of salvation by knowledge”. Paham Gnostisme ini mengajarkan bahwa keselamatan jiwa diperoleh dengan cara menyingkap misteri alam dan mistis. Tidak ada satu pun ahli yang sepakat menyatakan tempat kelahiran paham ini tetapi secara umum mereka sepakat bahwa Gnostisme berasal dari dunia Timur. Gnostisme tidak mempunyai kepemimpinan sentral atau organisasi teratur layaknya sebuah agama sehingga Gnostisme boleh dikatakan merupakan sekumpulan besar paham-paham pantheistik-idealistik yang beraneka-ragam. Gnostisme juga tidak terikat pada suatu agama sehingga memungkinkan paham ini untuk bersinkretis dengan agama mana pun. Oleh sebab itu tidak heran bila agama Yahudi – termasuk sekte Nasrani di dalamnya – tidak luput dari serbuan paham ini. Tokoh-tokoh Gnostis yang masuk antara lain Kerinthus dan Elkhasai (tentang mereka ini dapat anda baca lebih jelas di dalam Ensiklopedia Katholik).
Nasrani vis-a-vis Ebionisme
Masih dalam buku yang sama, Hegesippus mencatat kisah perjalanannya ke Korintus dan Roma (c.160). Di dalam perjalanannya itu ia bertemu dengan banyak uskup-uskup dan ia menjumpai kesamaan doktrin dari mereka semua. Ia dalam kesempatan yang sama mengatakan: “Dan jemaat di Korintus bertahan dalam kebenaran firman hingga Primus menjadi uskup di Korintus….setiap kota menuruti ketetapan-ketetapan Hukum [Taurat], para nabi dan Tuhan [Yesus].”
Dari keterangan tersebut kita boleh mengambil kesimpulan, meski dengan ekstra hati-hati, bahwa sampai paruh abad kedua para pengikut Yesus masih memelihara hukum Taurat dan mempunyai kepercayaan yang seragam. Bagaimana kemudian bisa terjadi perpisahan antara orang-orang Nasrani (mayoritas Yahudi) dengan orang-orang yang kelak dikenal sebagai Kristen (non-Yahudi) adalah lain cerita dan tidak akan dibahas lagi oleh penulis disini (lihat seri tulisan yang lain).
Di kemudian hari, ketika kekristenan berkembang di abad ketiga dan keempat, dan secara perlahan-lahan kehilangan akar Yahudinya, para tokoh Gereja di masa itu menyebutkan ada dua buah kelompok: Nasrani dan Ebion (transliterasi dari kata evyonim). Dari keterangan mereka, jika kita seksama membacanya jelas sekali bahwa keduanya merupakan kelompok yang berbeda. Perbedaan di antara keduanya adalah kelompok Ebion menolak Paulus dan surat-suratnya, menolak ketuhanan Yesus, Yesus adalah manusia biasa, anak dari Yusuf dan Maria, menolak sistem korban persembahan dan menggunakan hanya Injil Ibrani[5]. Kelompok Ebion ini meninggalkan warisan berupa tulisan yang kemudian dikenal sebagai Pseudo-Klement. Sedangkan kelompok Nasrani dideskripsikan dengan positif sebagai kelompok yang menerima Paulus dan percaya akan ketuhanan Yesus, termasuk kelahiran-Nya dari perawan Maria. Tidak banyak peninggalan yang sekarang kita wariskan dari kedua kelompok ini kecuali beberapa fragmen dan kutipan dari Injil Ibrani yang mereka gunakan[6], serta teks Injil Matius berbahasa Ibrani yang disimpan oleh Ibn Shaprut, yang sekarang diterbitkan oleh George Howard (The Hebrew Gospel of Matthew, Mercer University Press, 1995).
Ebionisme tidak sama dengan kepercayaan Nasrani. Kelompok Ebion ini bisa dilacak asal-usulnya ketika terjadi penyerbuan bangsa Romawi ke Yerusalem pada tahun 70. Tahun tersebut adalah tahun yang teramat penting dalam sejarah Nasrani. Ketika bangsa Romawi datang mengepung, orang-orang Nasrani teringat pesan Mesias: “Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah, bahwa keruntuhannya sudah dekat.” (Luk 21:20). Mereka segera meninggalkan Yerusalem menuju daerah pengunungan di sekitar kota Pella di seberang Yordan. Tindakan ini dianggap sebagai suatu tindakan yang tidak patriotik oleh kalangan Yahudi lainnya. Inilah bibit awal penyebab Nasrani ditolak oleh orang Yahudi. Dan dari sinilah Ebionisme kemudian timbul.
Addendum: Tentang Sekte Nasoræan
Nasoræan adalah sebuah sekte Gnostis yang tumbuh sebelum era kekristenan di Mesopotamia. Sekte ini merupakan satu-satunya sekte Gnostis yang masih bertahan hingga hari ini dengan jumlah penganut sekitar 1500 orang yang tinggal di Shat-el-Arab, dekat Teluk Persia. Bagian ini sengaja ditambahkan oleh penulis karena beberapa waktu yang lalu seorang penceramah Kristen telah keliru menghubungkan sekte biblikal Nasrani (Kis 24:5, 14) dengan sekte Nasoræan tersebut.
Nama Nasoræan di-transliterasi dari nama yang mereka gunakan di dalam kitab suci mereka naswraya yang juga adalah kata Arab (tunggal: Nasrani; jamak: Nasara) untuk Kristen. Tetapi nama yang lebih sering digunakan adalah Mandæan yang berarti “gnostis”. Nama lain yang juga ditemukan di dalam kitab suci mereka adalah Sabian yang artinya membaptis. Nama ini terdapat pula di dalam Al’Quran (Surah V, 73; II, 59; XXII, 17) yang mana mengatakan bahwa Yahudi, Nasrani dan Sabian adalah agama-agama yang dapat ditolerir oleh Islam. Para penganut sekte ini menjalankan baptisan harian serta menempatkan Yohanes Pembaptis sebagai seorang tokoh suci. Ketika ajaran sekte ini memasuki Eropa, orang Eropa mengira anggota sekte ini adalah keturunan murid-murid Yohanes Pembaptis (Kis 19:1-3) sehingga di Eropa sekte ini dikenal juga sebagai “Kristen Baptisan Yohanes”[7]. Mereka tidak memelihara hukum Taurat, menolak hari Sabat tetapi hari Minggu sebagai hari Tuhan. Mereka juga percaya akan seorang Juruselamat yang mereka sebut dengan istilah Manda de Hayye.
Sangat jelas bahwa sekte Nasoræan ini berbeda dengan sekte Nasrani yang dideskripsikan di dalam Kisah Para Rasul, tulisan-tulisan para Bapa Gereja, dan di dalam Talmud. Sehingga bisa disimpulkan bahwa keduanya merupakan entitas yang berbeda, terpisah dan tidak memiliki sangkut-paut apapun (informasi lebih lanjut tentang sekte Nasoræan bisa dibaca di dalam Ensiklopedia Katholik). Keterangan dari seorang penceramah Kristen yang menyamakan sekte Nasrani (Kis 24:5, 14) dengan sekte Nasoræan amat disayangkan oleh penulis sebab para pembaca dan pendengarnya akan menganggap bahwa keterangan yang diberikan itu adalah benar – padahal keliru. Akhir kata, penulis sangat menganjurkan pembaca untuk menggunakan Ensiklopedia Katholik yang tersedia secara on-line di www.newadvent.org/cathen sebagai bahan studi yang cukup fair dan akurat. Selamat. Semoga Tuhan memberkati.
Copyright © 2000 Nazarenes Community. http://www.angelfire.com/id/nasrani. This material can be reproduced without obligation but no editing is allowed. Any contact should be addressed to nazarenes@.... May peace be upon you.
1] Kis 21:20 menerangkan bahwa jumlah anggota sekte ini mencapai puluhan ribu orang. Kata Yunani yang digunakan adalah miruas, yang bisa pula diterjemahkan “tidak terhingga banyaknya”.
[2] Kis 2:11
[3] Historia Ecclesia IV,5. Eusebius. 325 A.D.
[4] Sebuah nama yang salah. Pada zaman Eusebius dan St. Yerome, kota kelahiran Yesus ini disebut Nazara, yang nampaknya merupakan nama yang benar sebab di dalam manuskrip Perjanjian Baru kita menjumpai kata seperti Nazarenos atau Nazoraios, tetapi tidak pernah Nazaretaios.
[5] Against The Heresies. Irenaeus. 140-203; Against All Heresies. Hippolytus. 170-235; Historia Ecclesia. Eusebius. 325; Surat kepada Agustinus. Yerome. 404.
[6] Lihat A. F. J. Klijn, Jewish-Christian Gospel Tradition, E. J. Brill, 1992
[7] Justin, Trypho 80; Pseudo-Clementine Recognitions 1:54:60
Pak Eliyahu,
Yang saya tahu, di sini bapak yang bisa dikatakan mengerti tentang hukum Taurat.
Kalau ada waktu dan berkenan, mohon dibagikan kepada kami, apa yang seharusnya
harus, boleh dan tidak boleh dilakukan pada hari Sabat ? Kalau ada ayatnya, kami
akan lebih jelas.
Terima kasih Pak,
-jeha-
Terima kasih atas pertanyaannya. Saya akan coba menjawabnya.
Sebelumnya perlu dimengerti bahwa perintah Taurat bukanlah sebuah beban, bukan
sebuah belenggu.
Bukan demikian tujuan Taurat diberikan. Allah memberikan Taurat bukan untuk
menyusahkan umat-Nya
dengan memberikan perintah-perintah yang sulit dengan ketentuan siapa yang
melanggarnya akan binasa.
Allah bukanlah sesadis itu.
"Sebab perintah ini, yang Kusampaikan kepadamu pada hari ini, tidaklah terlalu
sukar bagimu dan
tidak pula terlalu jauh...Lakukanlah itu dengan setia, supaya baik
keadaanmu...Maksudnya supaya kamu
menjadi kudus bagi Allahmu." (Ul 30:11,Ul 6:3,Bil 15:40)
Ambil contoh dua perintah ini: mengingat dan menguduskan hari Sabat. Banyak
orang menafsirkan
perintah ini secara harafiah belaka. Contohnya seperti kisah berikut ini.
Seorang anak kecil
menanyai ibunya apakah ia dapat pergi bermain. Lalu ibunya menjawab, "kamu tidak
boleh pergi
bermain, sebab seseorang tidak boleh melakukan hal itu pada hari Sabat." Namun
anak itu tetap
mendesak, "Ibu, izinkanlah aku pergi." Akhirnya, ibunya menyerah sembari
menjawab, "baiklah, kamu
bisa pergi dan bermain, namun dengan satu syarat, jangan bersenang-senang sambil
bermain, sebab
bagaimanapun hari ini adalah hari Sabat." Pengertian Sabat disini terlanjur
diartikan sebagai hari
yang penuh beban karena kita dituntut untuk tidak boleh ini, tidak boleh itu.
Padahal dalam kitab
nabi Yesaya hari Sabat dinamakan sebagai "hari kenikmatan" (Yesaya 58:13-14).
Dalam Targum, yakni
terjemahan bebas Tanakh dalam bahasa Aramaik, dikatakan:
Mungkin kamu mengira bahwa Aku memberikan kepadamu hari Sabat untuk
menyusahkanmu; Aku sesungguhnya
memberimu Sabat untuk menyenangkan kamu. Menguduskan hari ketujuh bukan berarti
kamu mesti
menyengsarakan dirimu, tetapi sebaliknya engkau harus menguduskannya dengan
seluruh hatimu, dengan
segenap jiwamu dan dengan seluruh perasaanmu. Sucikanlah hari itu dengan memilih
makananmu, dengan
memakai pakaian yang indah; penuhilah jiwamu dengan kegembiraan dan Aku akan
memberi upah untuk
kegembiraan itu. (Deuteronomy Rabba 3,1)
Dalam pemahaman Ibrani, ketika kita merayakan Sabat kita sebenarnya tengah
menyambut kedatangan
mempelai Sabat yakni Mesias. Menyambut Sabat dengan demikian dapat disamakan
seperti menyambut Hari
TUHAN yang dashyat itu. Ketika Ia datang di dalam awan-awan, segenap orang
percaya segera
meninggalkan pekerjaan mereka dan pergi menyambut-Nya.
(Dikutip dari: Sukacita Taurat, Komunitas Nasrani, 1999)
MELAKHA DAN ERUVS
Dalam Taurat dikisahkan bagaimana Allah senantiasa mengingatkan umat-Nya untuk
tidak melakukan
sesuatu "melakha" pada hari Sabat (Kel 16:23,Kel 16:29, Kel 20:9,Kel 23:12,Kel
31:14-15,Kel
31:17,Kel 34:21,Im 23:3,Ul 5:13-15). Melakha biasanya diterjemahkan sebagai
"pekerjaan". Definisi
atau konsep Ibrani tentang melakha sebetulnya tidak benar-benar identik dengan
"pekerjaan" sebab itu
sebaiknya melakha dimengerti sebagai "tindakan-tindakan yang dilarang pada hari
Sabat".
Istilah "pekerjaan" normalnya mengimplikasikan (a) suatu aktivitas yang
dikerjakan seseorang
berhubungan dengan profesinya atau pekerjaannya; atau (b) suatu aktivitas yang
membutuhkan
pengeluaran tenaga yang besar. Tidak satu pun dari kedua definisi di atas
membentuk suatu pengertian
terhadap melakha di dalam Taurat.
Jika "perhentian pada hari Sabat" diartikan sebagai menghentikan aktivitas yang
termasuk dalam dua
kategori di atas maka "istirahat pada hari Sabat" dapat bervariasi pada
masing-masing orang. Jika
menuruti definisi di atas maka tidak ada seorang Rabbi pun yang diperbolehkan
untuk mengajar pada
hari Sabat. Juga, adalah hal yang dilarang bagi seorang yang lemah untuk
memindahkan beban yang
berat dari satu tempat ke tempat yang lain di dalam rumahnya. Tetapi nyatanya
tidak satu pun yang
dipandang sebagai melakha.
Maka menjadi pertanyaan tindakan-tindakan apa saja yang bisa digolongkan sebagai
melakha ini. Oleh
sebab itu kemudian dikenal yang namanya Eruvs, yakni perangkat yang mengatur
bagaimana kehidupan
normal dapat berlangsung sementara pada saat yang bersamaan tetap menghormati
kekudusan Sabat. Di
dalam Eruvs ini selanjutnya dikenal adanya beberapa melakha yang diperbolehkan
pada kondisi-kondisi
tertentu dimana pada kondisi yang normal tidak diperbolehkan. Hal ini ditentukan
dengan prinsip Kal
v'chomer. Artinya kira-kira "menimbang berat dan ringan". Misalkan menyembuhkan
orang sakit pada
hari Sabat diperbolehkan sebab perintah untuk menyelamatkan jiwa seseorang lebih
besar nilainya. Kal
v'chomer merupakan salah satu dari tujuh aturan dalam menafsirkan firman TUHAN
yang dikumpulkan oleh
Rabbi Hillel (30 SM-10 M).
Pemikiran kal v'chomer dapat diterangkan dalam ekspresi demikian:
Jika X benar terhadap Y dan Z benar terhadap Y maka betapa lebih benarnya lagi X
terhadap Z.
Sebuah argumen kal v'chomer sering, meski tidak selalu, ditandai dengan ungkapan
"lebih-lebih" atau
"betapa lebih besarnya". Contohnya seperti di dalam Alkitab:
Kalau orang benar menerima balasan di atas bumi, lebih-lebih orang fasik dan
orang berdosa! (Ams
11:31)
Yeshua pun memakai argumen kal v'chomer ini seperti yang kita baca berikut ini:
"Jikalau seorang menerima sunat pada hari Sabat, supaya jangan melanggar hukum
Musa, mengapa kamu
marah kepada-Ku, karena Aku menyembuhkan seluruh tubuh seorang manusia pada hari
Sabat." (Yoh 7:23)
"Jika seorang dari antara kamu mempunyai seekor domba dan domba itu terjatuh ke
dalam lobang pada
hari Sabat, tidakkah ia akan menangkapnya dan mengeluarkannya? Bukankah manusia
jauh lebih berharga
dari pada domba? Karena itu boleh berbuat baik pada hari Sabat." (Mat 12:11-12)
Tempat-tempat lainnya dimana Yeshua menggunakan kal v'chomer:
Mat. 6:26, 30 = Luk. 12:24, 28
Mat. 7:11 = Luk. 11:13
Mat. 10:25 & Yoh. 15:18-20
Mat. 12:12 & Yoh. 7:23
Rav Sha'ul (Paulus) yang dahulunya dididik langsung oleh Rabbi Gamaliel, cucunya
Hillel, juga
memakai argumen kal v'chomer serupa dalam surat-suratnya:
Rom. 5:8-9, 10, 15, 17; 11:12, 24
1Kor. 9:11-12; 12:22
2Kor. 3:7-9, 11
Fil. 2:12
Fil. 1:16
Ibr. 2:2-3; 9:13-14; 10:28-29; 12:9, 25
Mishna Shabbat 7:2 mencatat 39 kategori aktivitas yang dipandang sebagai melakha
dan dengan demikian
tidak diperbolehkan pada hari Sabat. Bagaimana proses penentuan ketiga-puluh
sembilan aktivitas ini
didasarkan kepada Ulangan 17:9-11 "Dan haruslah engkau pergi...kepada hakim yang
ada pada waktu itu,
dan meminta putusan...Dan engkau harus melakukan dengan setia segala yang
ditunjukkan mereka
kepadamu."
Hal-hal yang sudah ditetapkan ini kemudian diwariskan generasi demi generasi
seperti yang dikatakan
dalam Mishna:
Musa menerima Taurat di Sinai dan menurunkannya kepada Y'hoshua, Y'hoshua kepada
orang tua-tua, dan
orang tua-tua kepada para nabi, dan para nabi kepada orang-orang dalam Majelis
Besar. (Mishna Avot
1:1)
Hal serupa juga ditegaskan oleh Yeshua:
"Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki [mewariskan] kursi
Musa. Sebab itu
turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu..." (Mat
23:1)
Amatlah menarik apabila kita membandingkan persamaan antara apa yang diajarkan
oleh Yeshua dengan
Rabbi Hillel:
Menyembuhkan orang sakit diperbolehkan pada hari Sabat (Mrk 3:2-4; Tosefta
Shabat 7:14)
Mengangkat sebuah barang diperbolehkan pada hari Sabat (Yoh 5;Betzah 26b)
Sesungguhnya apabila kita mau menempatkan ajaran Yeshua dengan benar dalam
terang Ibrani maka kita
tidak akan menemukan pertentangan di antara keduanya. Semoga tulisan ini
menambah pengertian anda.
B'shalom,
Eliyahu ben-Avraham.
http://www.angelfire.com/id/nasrani
"A Return To The Pure Faith of First Believers in Yeshua Adonai"
"Hal-hal yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang
dinyatakan ialah bagi
kita dan bagi anak-anak kita sampai selama-lamanya, supaya kita melakukan segala
perkataan hukum
Taurat ini." (Ul 29:29)
NAMA EL/ELOHIM DAN YAHWEH
"(1) Ketika bangsa itu melihat, bahwa Musa mengundur-undurkan turun dari
gunung itu, maka berkumpullah mereka mengerumini Harun dan berkata
kepadanya: "Mari, buatlah untuk kami allah [elohim], yang akan berjalan di
depan kami sebab Musa ini, orang yang telah memimpin kami keluar dari tanah
Mesir - kami tidak tahu apa yang telah terjadi dengan dia." (2) Lalu
berkatalah Harun kepada mereka: "Tanggalkanlah anting-anting emas yang ada
pada telingan isterimu, anakmu laki-laki dan perempuan, dan bawalah semuanya
kepadaku." (3) Lalu seluruh bangsa itu menanggalkan anting-anting emas yang
ada pada telinga mereka dan membawanya kepada Harun. (4) Diterimanyalah itu
dari tangan mereka, dibentuknya dengan pahat, dan dibuatnyalah dari padanya
anak lembu tuangan. Kemudian berkatalah mereka: "Hai Israel, inilah Allahmu
[eloheka], yang telah menuntun engkau keluar dari tanah Mesir!" (5) Ketika
Harun melihat itu, didirikannyalah mezbah di depan anak lembu itu.
Berserulah Harun, katanya: "Besok hari raya bagi TUHAN [YHWH]! (6) Dan
keesokan harinya pagi-pagi maka mereka mempersembahkan korban bakaran dan
korban keselamatan, sesudah itu duduklah bangsa itu untuk makan dan minum;
kemudian bangunlah mereka dan bersukaria. … (25) Ketika Musa melihat, bahwa
bangsa itu seperti kuda telepas dari kandang - sebab Harun telah
melepaskannya, sampai menjadi buah cemooh bagi lawan mereka - (26) maka
berlindunglah Musa di pintu gerbang perkemahan itu serta berkata: "Siapa
yang memihak kepada TUHAN [YHWH] datanglah kepadaku!" Lalu berkumpullah
kepadanya seluruh bani Lewi. (27) Berkatalah ia kepada mereka: "Beginilah
firman TUHAN [YHWH], Allah [elohim] Israel: …" (LAI-TB, Kel.32:1-6;25-27a;
kata-kata dalam kurung […] ditambahkan dari kata aslinya dalam bahasa
Ibrani. Eloheka berasal dari kata 'elohim').
Perikop di atas merupakan salah satu episode kemerosotan rohani berat yang
menimpa umat Israel, terjadi belum lama setelah Tuhan menyatakan ke-10 Hukum
Allah kepada Musa (Kel.20). Pada waktu itu ketika Musa kembali naik ke
gunung Sinai untuk menerima 'loh hukum' (Kel.31:18), ia terkejut menyaksikan
betapa umat Israel telah menyembah berhala 'Anak Lembu Emas', suatu
kemerosotan konsep mengenai Allah (Elohim) dan TUHAN (Yahweh), suatu
perzinahan rohani yang fatal.
Menarik untuk diamati disini, bahwa sebenarnya Harun telah diajak Musa untuk
mendengarkan sendiri ke-10 Hukum (Kel.19:24) dan Harun juga bersama Nadab,
Abihu dan 70 tua-tua Israel ikut naik ketika Tuhan kembali memanggil mereka
(Kel.24:1), namun Harun ternyata terjebak dalam situasi keragu-raguan iman
sehingga ia didaulat oleh umat Israel untuk menjadi imam penyembahan kepada
berhala. Dalam ayat (1) umat Israel meminta Harun agar membuatkan 'allah'
(elohim, diterjemahkan oleh LAI dengan huruf pertama kecil, karena ditujukan
bukan kepada 'elohim Israel' semula yang dalam Alkitab LAI diterjemahkan
'Allah' dengan huruf pertama kapital). Jadi kita melihat bahwa kata 'elohim'
disini berarti sebutan atau panggilan netral kepada sesembahan yang bisa
dipakai untuk menyembah siapa dan apa pun tergantung kandungan apa yang ada
di dalamnya, dan kali ini ingin ditujukan kepada 'allah' lain yang berbeda
dengan 'elohim Israel'.
Ternyata dalam ayat (4) terungkap bahwa sesembahan itu ternyata adalah 'anak
lembu' yang sekarang dibuatkan patungnya dari emas. Dari penelitian
arkeologis kita mengetahui bahwa kultus 'berhala lembu' sudah ada dalam
budaya Mesopotamia, Arab Selatan dan Afrika kuno dan berhala ini pula yang
juga disembah oleh orang Mesir yang tentu dikenal umat Israel ketika mereka
masih tinggal di Mesir, dan sekarang kata 'elohim' itu ditujukan kepada
berhala ini! Penyesatan itu nyata ketika umat Israel menyebut patung itu
sebagai "Allah [elohim], yang telah menuntun keluar dari Mesir" (Kel.32:4).
Padahal, sebelumnya Harun sudah mendengar bahwa 'Yahweh'lah 'Allah (elohim)
yang membawa umat Israel keluar dari tanah Mesir (Kel.20:2).
Dari ayat (4) itu kita dapat melihat bahwa 'elohim' di sini adalah kata
sebutan atau panggilan (generic appelative) yang netral yang maksudnya
tergantung kandungan isinya yang ditujukan kepada siapa atau apa. Kita dapat
mengetahui bahwa baik 'El' (lebih banyak untuk nama diri (proper name) dan
tunggal'), 'Elohim' (lebih banyak untuk sebutan/panggilan dan jamak).
Mengenai nama-nama ini (khususnya El) yang juga ditujukan sebagai 'nama
diri' dapat dibaca pada kutipan berikut:
"'Ilu, El' sebagai sebutan untuk ketuhanan. Istilah 'il mempunyai arti
sebutan umum (generic appelative) untuk menunjuk pada 'tuhan' atau
'ketuhanan' pada tahap awal semua cabang utama rumpun bahasa Semit. Ini
terlihat jelas di Semit Timur, Akadian kuno (ilu) dan dialek-dialek
sesaudara dimulai zaman pra-Sargon (sebelum 2360 BC) dan berlanjut sampai
akhir masa Babil. Penggunaan sebagai sebutan juga muncul di Semit Barat
Laut, di Amrit ('ilu, 'ilum, 'ila), di Ugarit, di Ibrani, dan umum di
dialek-dialek Arab Selatan kuno, di Arab Utara digantikan dengan nama 'ilah.
'Ilu, El juga digunakan sebagai Nama Diri (proper name). … Di Semit Timur
ada bukti kuno yang menunjukkan bahwa 'Il' adalah nama diri tuhan … tuhan Il
(kemudian El Semit) adalah kepala ketuhanan pada rumpun Semit Mesopotamia
pada masa Pra-Sargon." (G. Johanes Botterwech, Theological Dictionary of the
Old Testament, Vol.I, 242-244).
Dari terang ini, maka kalau disebut bahwa: "nama allah (elohim) lain
janganlah kamu panggil, janganlah nama itu kedengaran dari mulutmu."
(Kel.23:13), bukan berarti bahwa nama 'elohim' itu nama yang benar sedangkan
nama 'lain' salah, sebab kita mengetahui bahwa nama "'elohim/el', 'il, 'ilu,
'ilum, ila', 'ilah" adalah perkembangan dialek untuk menunjuk pada 'tuhan'
atau 'ketuhanan', namun yang membedakan adalah apakah istilah umum itu
ditujukan kepada 'nama diri' "IL atau EL' tertentu yang bisa berbeda seperti
apakah ditujukan kepada "Yahweh, Allah [elohe] Israel" (Kel.32:27) atau
ditujukan kepada 'Anak Lembu Emas'. Jadi, menyebut nama 'Elohim' belum tentu
menyebut 'Yahweh' dan bisa untuk menyebut 'Anak Lembu Emas', sebaliknya
menyebut 'Allah' bisa juga untuk menyebut 'Yahweh'.
Dalam bahasa Arab kita mengetahui ada kata sandang 'al' yang digabung dengan
'ilah' menjadi 'allah' yang berarti 'Tuhan yang definitif' ('The God' nama
diri yang tunggal, ini juga yang ditulis dalam Alkitab dalam bahasa Arab).
Di Siria (Aram) kata sandang itu diletakkan di belakang sebagai 'ha' jadi
dalam dialek Aram-Siria, nama itu menjadi 'alaha' (ini yang tertulis dalam
Alkitab 'Peshita' dalam bahasa Aram-Siria). Dalam bahasa Ibrani kata 'ha'
diletakkan di depan kata yang dimaksud, jadi secara teoritis disebut sebagai
'ha-elohim', namun dalam bahasa Ibrani kata sandang jarang dipakai
lebih-lebih kalau ditujukan kepada 'EL'.
Lalu, kalau begitu, bagaimana dengan nama Yahweh? Apakah itu nama
satu-satunya yang tidak bisa salah artinya? Ternyata ayat (6) menunjukkan
bahwa istilah "TUHAN (YHWH)" yang suci itu oleh Harun dan orang Israel
ditujukan pada berhala 'Anak Lembu Emas' juga. Jadi, kata Yahweh tidak
otomatis berarti benar kalau dipakai, disini jelas terbukti bahwa penggunaan
nama Yahweh bisa juga ditujukan untuk nama berhala!

Dari eksposisi ayat-ayat Alkitab di atas kita dapat menyimpulkan bahwa,
pertama, nama 'Elohim' (termasuk El, Eloah atau dialek lainnya seperti
'ilah') adalah netral untuk menyebut 'Tuhan atau sesembahan' dan siapa
Tuhan/sesembahan yang dimaksudkan tergantung dari maksud yang menyembah, dan
'EL' lebih banyak digunakan sebagai 'nama diri' bahkan untuk menggantikan
nama 'Yahweh'. Dari beberapa kutipan ayat-ayat berikut kita dapat melihat
bahwa sebelum nama YHWH dinyatakan kepada Musa (Kel.6:1-2), nama diri Tuhan
adalah 'El':
"Selanjutnya berfirmanlah Allah [Elohim] kepada Musa: "Akulah TUHAN [YHWH].
Aku telah menampakkan diri kepada Abraham, Ishak dan Yakub sebagai Allah
yang Mahakuasa [El Shadday], tetapi dengan nama-Ku TUHAN [YHWH] Aku belum
menyatakan diri." (LAI-TB, Kel.6:1-2; Dalam tanda [..] ada tambahan penulis
sesuai naskah asli dalam bahasa Ibrani).
"Allah Israel adalah Allah [El elohe Israel]" (LAI-TB, Kej.33:20)
"Akulah Allah [El], Allah [elohe] ayahmu" (LAI-TB, Kej.46:3)
"Akulah Allah [El] Yang Mahakuasa [Shadday]" (LAI-TB, Kej.17:1;band.Kel.6:2)
Bandingkan dengan:
"TUHAN [Yahweh], Allah [elohe] Israel" (LAI-TB, Kel.32:27)
"TUHAN [Yahweh], Allah [elohe] Israel" (LAI-TB, Yos.8:30)
Jadi, Yahweh sebelum Kel.6:1-2 disebut 'El' atau 'El-Shadday.':
"Luasnya tumpang tindih dalam sifat, julukan antara nama Yahweh dengan El
menunjukkan bahwa Yahweh berasal dari tokoh El, terpisah dari allah yang
lama ketika Israel melepaskan dan membedakan diri dengan konteks awalnya
yang politheistik." (Ibid, 258-259).
Jadi dari terang Kej.17:1;22:20;46:3 kita dapat melihat bahwa nama Tuhan
pra-Kel.6:1-2 adalah 'El' atau lebih tegas lagi disertai sebutan sifatnya
yang eksklusif sebagai 'El Shadday'. Tetapi kalau sudah ada namaNya mengapa
Musa masih menanyakan kepada Tuhan?
"Lalu Musa berkata kepada Allah: "tetapi apabila aku mendapatkan orang
Israel dan berkata kepada mereka: Allah (elohe) nenek-moyangmu telah
mengutus aku kepadamu, dan mereka bertanya kepadaku: bagaimana tentang
nama-Nya? - apakah yang harus kujawab kepada mereka?" Firman Allah [elohim]
kepada Musa: "AKU ADALAH AKU." Lagi firman-Nya: "Beginilah kaukatakan kepada
orang Israel itu: "AKULAH AKU telah mengutus kepadamu." Selanjutnya
berfimanlah Allah [elohim] kepada Musa: "Beginilah kaukatakan kepada orang
Israel: TUHAN [YHWH], Allah [elohe] Abraham, Allah [elohe] Ishak dan Allah
[elohe] Yakub, telah mengutus aku kepadamu: itulah nama-Ku untuk
selama-lamanya dan itulah sebutan-Ku turun temurun." (LAI-TB, Kel.3:13-15).
Ayat ini sering digunakan untuk meng-klaim nama 'Yahweh' sebagai nama
selama-lamanya dan turun-temurun. Memang bila ditafsirkan secara harfiah
dari teks PL modern, memang kelihatannya begitu. Tetapi, dari penelitian
sejarah penyalinan Alkitab diketahui bahwa dari terang Kel.6:1-2, sebenarnya
Kel.3:15 belum menyebut nama Yahweh melainkan nama 'El' atau 'El Shadday'
(band. Kej.17:1 dan Kel.6:2), namun dalam proses penyalinan oleh para imam
'Yahwist' (yang mengkultuskan nama Yahweh) nama itu diganti dengan Yahweh
dengan maksud agar 'Yahweh' tidak menjadi Tuhan yang eksklusif milik Israel
melainkan juga milik manusia (Kej.4:26) dan sebagai pencipta langit dan bumi
(Kej.2:4), demikian juga kalimat 'selama-lamanya dan sebutan turun-temurun'
tentu juga ditambahkan bersamaan dengan penggantian itu untuk mendukung
doktrin 'Yahwisme', sebab kalau tidak ia akan bertentangan dengan Kel.6:1-2.
Tetapi kalau sudah ada nama 'El' mengapa perlu 'nama lain' lagi? Kita perlu
melihat dari terang latar belakang sejarah waktu itu dimana sekalipun nama
'El' atau 'El Shadday' sudah menjadi nama eksklusif untuk menyebut 'elohe
Israel', namun karena penggunaan istilah 'el, 'il, 'ilu, 'ilum, 'ila, 'ilah
juga kemudian bersifat umum dan merosot menjadi ditujukan kepada
bermacam-macam tuhan/sesembahan lain yang bukan 'elohe Israel', maka
dikuatirkan bagi umat Israel nama itu masih belum jelas benar. Itulah
sebabnya kemudian Tuhan memperjelasnya dengan mengatakan 'AKU ADALAH AKU'
(Kel.3:14) dan lalu kemudian dipertegas menjadi 'Yahweh' (Kel.6:1-2).
Namun, sekalipun sudah ada nama 'Yahweh' tidak berarti bahwa itu 'nama
satu-satunya' sekalipun ada ayat-ayat yang mengatakan demikian, sebab dalam
kitab-kitab sesudah itu nama 'Yahweh' masih sering dipertukarkan dengan 'El'
bahkan dalam kaitan ke'esa'an:

"Beginilah firman Tuhan [adonai] ALLAH (Yahweh): … Aku adalah Allah [El]!
Aku duduk di tahta Allah [elohim]" (LAI-TB, Yeh.28:2)
"Jadi dengan siapa kamu samakan Allah [El]" (LAI-TB, Yes.40:18. Dalam
Alkitab LAI-TB, bila ada pengulangan nama Tuhan seperti 'adonai Yahweh'
diterjemahkan menjadi 'Tuhan ALLAH', ALLAH dengan semua hurufnya kapital),
agar tidak terjadi penggulangan, demikian juga kalau menerjemahkan 'Yah
Yahweh').
"Sebelum Aku tidak ada Allah [El] dibentuk, … Akulah TUHAN [Yahweh] … Akulah
Allah [El]." (LAI-TB, Yes.43:10-12)
"Hanya di tengah-tengahmu ada Allah [El], dan tidak ada yang lain; di
samping Dia tidak ada Allah [elohim]." (LAI-TB, Yes.45:14)
Dalam kutipan berikut kita dapat melihat lebih jelas:
"El dalam tradisi Alkitab sering digunakan sebagai pengganti nama Yahweh.
Distribusi penggunaan El sebagai nama diri sama dengan Yahweh memang sangat
tidak teratur tetapi penting dan sering digunakan dalam kesusasteraan Israel
yang awal. … Penggunaan 'El' sebagai 'nama diri' Tuhan Israel dan
'sebutan/panggilan/gelar umum' bersama-sama lebih banyak terjadi pada saat
awal sejarah Israel dan pada masa sesudah pembuangan. … Tahun-tahun
menjelang pembuangan Bait Allah pertama, 'Yahweh' menggantikan 'El' sebagai
'nama diri' dan 'elohim' menggantikan 'el' sebagai nama
sebutan/panggilan/gelar." (Ibid)

Dari seluruh pembahasan di atas dapatlah ditarik kesimpulan kedua, yaitu
bahwa nama 'Yahweh' bukanlah nama satu-satunya, sebab ada juga nama diri
'El', dan bahwa dalam terang Kel.32:4-5, penggunaan nama 'Yahweh' belum
tentu tertuju kepada pribadi 'YHWH'!
Kiranya eksposisi Alkitab ini memperjelas pengertian mengenai nama El/Elohim
maupun Yahweh!
ISHAK ATAU BUKAN?
Menarik untuk disimak bahwa dalam Alkitab, Ishak disebutkan secara jelas
sebagai anak tunggal yang ingin dikorbankan sebagai korban bakaran oleh
Abraham sebagai tanggapan atas ujian iman yang diminta Allah, namun ada juga
yang mengatakan bahwa berita Alkitab itu tidak betul. Dalam buku "Dialog
Santri-Pendeta", disingkat DSP (Masyhud SM, Pustaka Da'i, Juni 1995,
hlm.34-35), dikemukakan beberapa hal yang di sini dikutip lengkap disertai
dengan penjelasannya (P) sebagai berikut:
(DSP-1) … membaca kitab Kejadian 22:22 mengenai cerita penyembelihan anak
tunggal Ibrahim (Abraham) sebagai berikut: "FirmanNya:" Ambillah anakmu yang
tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan
persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung
yang akan Kukatakan kepadamu." Menyebut "Ishak" sebagai anak tunggal Abraham
yang akan disembelih, adalah sangat bertentangan dengan ayat-ayat sebelum
dan sesudahnya.
(Penjelasan-1) Justru bila kita membaca ayat-ayat sebelum dan sesudahnya
(konteksnya) akan makin jelas bahwa yang dikorbankan adalah Ishak.
(DSP-2) Coba simak baik-baik kitab Kejadian 21:22-34 yang menceritakan,
Abraham mengadakan perjanjian dengan Raja Abimelek di 'Bersyeba'. Kemudian
raja itu kembali ke Filistin (Palestina), tetapi Ibrahim tetap berada di
Bersyeba, yakni daerah tempat tinggal 'Hagar'(Hajar) dan 'Ismail' (Kejadian
21:14).
(P-2) Perlu diketahui geografi lokasi tersebut bahwa Sara melahirkan Ishak
di kota Gerar (Kej.20:1), setelah dijanjikan Allah pada Kej.18:1-15, yang
letaknya di sebelah Barat Laut Mati dekat kota Gaza yang terletak di tepi
Laut tengah. Setelah pertemuan Abraham dengan Abimelek seperti yang ada
dalam kutipan di atas, Abraham dengan seluruh keluarganya pindah dan
mendirikan permukiman yang letaknya disebelah tenggara Gerar di sekitar
sumur yang kemudian menjadi kota 'Bersyeba'. Jadi Baik Sara, Ishak, Hagar
maupun Ismael, ikut tinggal di Bersyeba. Ayat Kej.21:14 menunjukkan puncak
konflik antara Sara dan Hagar yang terjadi di kota Bersyeba yang
mengakibatkan Hagar diusir keluar kota Bersyeba dan mengembara ke padang
gurun: "Maka pergilah Hagar dan mengembara di padang gurun Bersyeba", jadi
ada dua Bersyeba, satu menunjuk permukiman kota disekeliling sumur dan
lainnya padang gurun Bersyeba di selatan kota Bersyeba. Hagar bersama Ismael
tidak lagi tinggal di kota Bersyeba melainkan mengembara ke arah padang
gurun Bersyeba di sebelah selatan kota Bersyeba, padang gurun ini disebut
juga padang gurun Paran (Kej.21:20-21).
(DSP-3) Pada fasal 22, langsung disebutkan bahwa Ibrahim mendapat perintah
dari Allah untuk menyembelih anak tunggalnya.Berarti Ibrahim masih berada di
Bersyeba. Setelah melaksanakan perintah penyembelihan yang sudah diganti
dengan domba, Ibrahim "kembali" ke Bersyeba bersama anaknya (Kejadian
22:19). Dengan demikian dapatlah disimpulkan bahwa
yang akan disembelih itu adalah 'Ismail', bukan Ishak.
(P-3) Fasal 22 menyebut bahwa Abraham dipanggil Allah ketika tinggal di
Bersyeba dan ia pergi bersama Ishak dari kota Bersyeba ke gunung Moria di
arah utara, dan kembali kekota Bersyeba karena Sara tinggal disitu. Hagar
dan Ismael sudah tidak lagi tinggal disitu melainkan di padang gurun Paran
di sebelah selatan Bersheba (Kej.21:20-23). Kalau Hagar masih tinggal di
kota Bersyeba tentu ada sumur Bersyeba sehingga ia tidak perlu kehabisan air
(Kej.21:15) dan tidak perlu ada mujizat Allah yang membuka matanya untuk
melihat ada sumur (Kej.21:19), jelas ini bukan sumur Bersyeba karena sumur
Bersyeba dikelilingi banyak penghuni.
(DSP-4) Sebab jika Ishak yang akan disembelih, maka Ibrahim akan
mengembalikan Ishak ke ibunya yang hidup di "Heberon Kana'an" sampai masa
wafatnya (Kejadian 23:2), dan bukan kembali ke Besyeba tempat tinggal Hajar.
(P-4) Sara tidak tinggal di Hebron kala itu melainkan di Bersyeba tempat
tinggal Abraham, dan Hagar tidak tinggal di situ melainkan jauh di sebelah
selatan Bersyeba di padang gurun Paran. Berbeda dengan selang waktu antara
berita kitab Kejadian fasal 21 dan 22 yang sifatnya segera dan ketika itu
Ishak masih remaja, Kejadian fasal 23 sudah mengalami selang waktu puluhan
tahun setelah diselingi cerita tentang keturunan Nahor (Kej.22:20-24). Sara
melahirkan Ishak ketika Abraham berumur 100 tahun (Kej.21:5), ini berarti
umur Sara lebih sedikit dari itu, dan Sara meninggal pada umur 127 tahun di
Hebron (Kej.23:1-2), jadi ada selang kurang-lebih 30 tahun antara kelahiran
Ishak di kota Gerar dan kematian Sara di kota Hebron di sebelah utara
Bersheba. Memperkirakan umur Ishak kala itu kurang-lebih 10 tahun, berarti
ada selang lebih-kurang 20 tahun antara Kejadian fasal 22 (pengorbanan
Ishak) dengan fasal 23 (kematian Sara). Jadi kalau dalam umur tuanya Abraham
masih tinggal di Bersyeba bersama Ishak dan Sara pada umur-umur mendekati
ajalnya kemudian pindah ke Hebron, 20 tahun adalah waktu selang yang cukup
lama untuk menghasilkan hal ini.
(DSP-5) Jadi sudah jelas sekali, bahwa kata Ishak pada ayat tersebut adalah
kepalsuan yang sengaja disisipkan. Saya usulkan kepada penulis dan
penterjemah Alkitab sebagai berikut: "Alangkah baiknya jika kata "Bersyeba"
yang terdapat pada Kejadian fasal 21 dan 22 diganti dengan kata "Heberon",
agar tidak terjadi kesimpang siuran. Atau mengganti kata "Ishak" dengan kata
"Ismail". Silahkan dipilih sendiri supaya makna dan pengertian ayat-ayat
tadi tidak tumpang tindih dan membingungkan para pembacanya."
(P-5) Dari konteks ayat-ayat sebelum dan sesudah Kejadian fasal 22 (fasal
18-23) jelas terlihat bahwa memang ceritanya tentang pengorbanan Ishak
setelah Ismael pindah ke padang gurun Paran. Justru kalau nama kota
'Beryeba' diganti 'Hebron', untuk memuaskan keinginan kelompok tertentu,
malah akan terjadi kesimpang siuran, soalnya kalau Abraham, Sara dan Ishak
masih berkumpul di Berseyba untuk waktu yang lama (apalagi setelah Abraham
kehilangan Hagar dan Ismael), tentu Sara tidak perlu cepat-cepat berpisah
dengan Abraham dan pindah ke Hebron untuk menunggu kematiannya 20 tahun
kemudian. Alkitab berbicara apa adanya sehingga tidak bisa nama kota atau
nama orang diganti-ganti menurut keinginan manusia.
Semoga penjelasan ini meneguhkan kepercayaan kita bahwa Alkitab berkata
benar dan kita dapat mengimaninya sebagai kebenaran.
Bismil Abi wal Ibni wal Ruhil Qudusi illahu wahid!
Jika beberapa hari lalu simbah sedikit mengulas soteriologi lewat Quran, maka
sekarang simbah mengulas soteriologi lewat kristologi. Berbicara soal
soteriologi tidak lepas dari kristologi. Berbicara soal kristologi tidak lepas
dari eskatologi. Ketiganya memang sukar diceraikan dalam membahas dan
memahaminya.
Tulisan berikut hanyalah preface buat yang belum tahu banyak soal soteriologi.
OKI yang sudah pakar atau ahli di bidang ini simbah dengan rendah hati minta
agar langsung men-DEL-nya saja.
HAKIKAT KESELAMATAN
Kita akan mendapat kehidupan yang kekal dan bukan soal surga atau neraka (Yoh.
3:16). Oleh karena itu kehidupan kekal dicerap sebagai keselamatan (Kis. 4:12),
yang kita dibebaskan dari dosa (Mat. 1:21).
MAKNA KEDATANGAN YESUS KRISTUS
Yesus datang untuk menyelamatkan orang yang berdosa (Luk. 19:10; 1 Tim. 1:15),
agar orang berdosa itu bertobat (Luk. 5:32). Ia datang bukan untuk menghukum,
melainkan untuk menyelamatkan (Yoh. 3:17). MelaluiNya Allah membebaskan kita
(Kol. 1:13-14), melaluiNya maut ditaklukkan dan kita memperoleh hidup kekal (1
Yoh 3:14).
Pengakuan Iman Rasuli sangat jelas merangkum hal ini.
KEMBALI KE DALAM CITRA ALLAH
Allah memulihkan karena sesuai dengan rencana Allah semula di dalam menciptakan
manusia (Kej. 1:26-27). Adanya pembedaan MANUSIA ADALAH GAMBAR DAN RUPA ALLAH
dengan MANUSIA DICIPTAKAN MENURUT GAMBAR DAN RUPA ALLAH dipahami sebagai
berikut.
Kata MENURUT mengikuti pola dan keinginan Allah. Gambar dan pola adalah Kristus
(Kol. 1:15). Ia berasal dari Allah sebagai Firman (Yoh. 1:1, bdk. Yoh. 8:42)
dan nuzul menjadi manusia (Yoh. 1:14), karena rupa Allah adalah Kristus (Flp.
2:5-6).
Manusia diciptakan MENURUT gambar dan rupa Allah mempunyai makna manusia
diciptakan MENURUT Sang Firman sebagai pola aslinya. Seperti kata Tertulianus
bahwa pada dasarnya manusia adalah Kristen, akan tetapi gambar itu telah rusak
oleh dosa.
Dapat juga berarti kembali kepada fitrah yang semula atau kembali ke dalam
sifat ilahi atau kodrat ilahi (2 Ptr. 1:4). Dari sejak semula Allah memilih dan
memanggil manusia dan bukan makhluk lain (Ef. 1:4-5), yang di dalamNya kita
menjadi tidak bercacat-cela (kudus) sesuai dengan sifat Allah karena kita
adalah anak-anak Allah. Hanya Allah saja yang kudus dan tak bercacat-cela.
Dengan demikian manusia diciptakan untuk ikut ambil bagian dalam sifat-sifat
Allah.
PERBEDAAN GAMBAR DAN RUPA
GAMBAR merupakan KEMAMPUAN atau POTENSI yang dikaruniakan kepada manusia untuk
mencapai kehidupan dan pengenalan akan Allah. RUPA merupakan REALISASI atau
AKTUALISASI dari potensi. Dengan kata lain gambar apa adanya dan rupa apa yang
akan terjadi.
GAMBAR ALLAH TELAH RUSAK OLEH DOSA
Kekekalan Allah yang ada dalam manusia telah rusak oleh dosa, yaitu kematian
(Kej. 2:17). Manusia pertama memiliki potensi untuk hidup kekal dan mempunyai
potensi kematian kekal. Manusia memilih kematian kekal.
Kerusakan potensi hidup kekal dari Allah mengakibatkan kematian roh (Ef. 2:1),
karena tubuh tanpa roh pada dasarnya mati (Yak. 2:26). Roh manusia terputus
dari Allah, karena dosa mengakibatkan kematian (Rm. 6:23).
Roh manusia tidak mampu lagi memberikan kehidupan, padahal roh tidaklah punah.
Oleh karena sudah terlepas dari Roh Allah (Mat. 10:28), maka Allah membinasakan
tubuh dan jiwa.
Maut bukanlah suatu dosa warisan, melainkan asal, karena anak tidak menanggung
dosa orangtuanya (Yeh. 18:20). Namun demikian kefanaan yang dimiliki manusia
berasal dari manusia pertama yang berdosa.
KESELAMATAN DI DALAM KRISTUS
Cetakbiru manusia ialah Sang Firman, karena melalui Firman segala sesuatu
diciptakan (Kej. 1; Mzm. 33:6; Yoh. 12:1-3; 1 Kor. 8:6b; Ibr. 1:2-3; Kol.
1:15-16). Untuk mengembalikan pola manusia semula, maka Firman itu nuzul
menjadi manusia (Yoh. 1:14; Flp. 2:7), dan menjadi sama dengan manusia dengan
segala bagiannya (Ibr. 2:14, 17).
Sebagai Firman tanpa mengalami perubahan dari kodrat asliNya yang satu hakikat
dengan Allah. Sebagai manusia menjadi DAGING Ia bersatu dengan manusia yang
TIDAK BERBAUR dan TIDAK MENYATU dengan keilahianNya. Oleh sebab itu Ia sebagai
PENGANTARA antara kodrat ilahi dan kodrat manusiawi (1 Tim. 2:5).
MENGAPA KRISTUS HARUS DISALIB?
Salib merupakan pintu gerbang bagi Sang Firman untuk masuk ke dalam kerajaan
maut agar kerajaan mau ditaklukkan. Jadi, kematian Kristus disalib bukan
dipahami secara hukum, sebagai eksekusi untuk memuaskan Allah atau memuaskan
murka Allah kepada manusia, tetapi sebagai kasih Allah untuk menaklukkan maut
bagi manusia (Yoh. 3:16; Flp. 2:5-9).
Dalam kebangkitanNya tubuh kemanusiaan Kristus mencapai kemenangan dari maut
dan kembali menyatu dalam kekekalan kodrat asli Firman atau kodrat ilahiNya.
Tubuh kemuliaan Kristus yang telah bangkit dan dimuliakan dalam kehidupan kekal
menjadi sumber hidup kekal bagi manusia. Di surga Kristus memiliki tubuh
jasmani sebagai landasan bagi manusia yang telah menyatu denganNya akan ikut
dimuliakan (Flp. 3:20-21).
Jatidiri Yesus adalah Keselamatan. Kristologi adalah Soteriologi.
Jika Yesus itu hanya ilahi saja, menyatu denganNya dapat berarti menyatu dengan
keilahian Allah, maka itu MUSYRIK.
Jika Yesus hanyalah manusia, menyatu denganNya tidak akan membawa ke dalam
hidup kekal, karena manusia tidak memiliki hidup kekal.
Jika Yesus setengah Allah dan setengah manusia, maka manusia tidak dapat
menyatu denganNya, karena kita seutuhnya manusia.
Jika Yesus tidak memiliki tubuh manusia lagi (atau hanya berwujud roh saja),
maka keselamatan itu TIDAK ADA, karena tubuh yang bangkit dari maut adalah
jaminan keselamatan.
Manusia yang dikenakan oleh Sang Firman merupakan kemanusiaan yang baru, yang
semula dimiliki Adam sebelum jatuh ke dalam dosa.
Untuk memperoleh kemanusiaan yang semula itu hanyalah lewat Kristus, karena
Kristus yang memiliki TUBUH KEMANUSIAAN kekal itu. Tidak ada perbuatan baik
yang sanggup memuliakan manusia, sebab sumber permuliaan itu adalah tubuh
KEMANUSIAAN KRISTUS yang telah dimuliakan.
Bapa Gereja Ireneus mengatakan bahwa Anak Allah menjadi manusia agar manusia
dapat menjadi anak-anak Allah.
Wassalam,
Mbah Dukun Sesat
Re: Asal usul nama "Allah"
On 22/02/2001 at 2:55 PM you wrote:
> Saya sbg awam masih ingin bertanya:
> Kata Eloah (sing) maupun Elohim (pl.) adalah berarti Tuhan dalam arti
> "jabatan" atau "sebutan". Saya membaca sebuah tulisan yg menyebutkan
> bahwa Pemegang "jabatan" itu punya nama (semisal Presiden Abdurahman
> Wahid, presiden George W Bush) yaitu Kel. 3:15, Yes.42:8 dimana
> didalam Alkitab bhs Indonesia diterjemahkan dgn. TUHAN (dengan huruf
> besar semuanya) padahal teks aslinya adalah YAHWE (dgn huruf besar
> semua).
Yohannes:
Tuhan Allah tidak dapat disamakan dengan manusia yang memiliki nama dan
jabatan. Jika seandainya kita mempelajari Teologi Alkitab secara
sistematis, kita akan melihat bahwa baik 'el', 'eloahh', maupun 'elohim'
dapat berarti "nama diri", maupun "gelar atau jabatan". Sebelum
dinyatakan nama YHWH (Yehovah atau Yahweh), ketiga nama inilah yang
berganti-ganti digunakan untuk menyebutkan nama diri Tuhan Israel. Tuhan
Allah dikenal oleh Abraham dengan nama 'el'.
Baik "Tuhan" maupun "Allah" kedua-duanya adalah "nama diri", "Allah"
lebih bersifat umum dibandingkan dengan "Tuhan".
Alkitab tidak pernah membedakan nama Allah dengan nama pribadi atau
jabatan, hanya manusia yang membeda-bedakannya dan menyamakannya dengan
nama/jabatan manusia. Baik TUHAN (YHWH) maupun Allah ('elohim') adalah
nama diri. Allah ('elohim') adalah nama yang pertama kali digunakan untuk
Allah dalam Alkitab (Kejadian 1:1). TUHAN (YHWH) adalah nama kedua yang
digunakan untuk keilahian dalam Perjanjian Lama. Nama Allah ('elohim'),
nama untuk keilahian yang dikenal secara universal, muncul terlebih dulu.
Tetapi nama kedua, TUHAN, adalah nama yang paling sering digunakan dalam
Alkitab, muncul sebanyak 6.823 kali dalam Perjanjian Lama. Dan bagi
orang-orang Yahudi modern, nama tersebut merupakan nama yang utama bagi
Allah.
Nama TUHAN (YHWH) melebihi arti nama yang semula Allah ('elohim'), sang
maha pencipta. Allah ('elohim') menciptakan dunia dalam Kejadian 1:1,
tetapi dalam Kejadian 2:4, 'elohim' diidentifikasikan sebagai YHWH (TUHAN
Allah). Nama yang kedua, TUHAN (YHWH) barangkali merupakan nama favorit
Allah.
Nama TUHAN (YHWH) digunakan dalam hubungannya dengan manusia, sedangkan
nama Allah ('elohim') digunakan terutama sebagai acuan yang berhubungan
dengan alam atau ciptaan-Nya. Setelah Allah menciptakan dunia, nama TUHAN
ditambahkan sebab Pencipta yang perkasa ingin berhubungan dengan semua
yang diciptakan. Yang pertama, Ia diidentifikasikan "TUHAN Allah belum
menurunkan hujan ke bumi" (Kejadian 2:5), kemudian "TUHAN Allah membuat
taman di Eden, di sebelah timur" (Kejadian 2:8) demikian seterusnya.
Di seluruh Alkitab, Allah terus-menerus menyatakan diri-Nya dengan nama
TUHAN (YHWH), jarang dengan nama Allah. Mengapa Ia berbuat demikian?
Barangkali karena ada begitu banyak allah, setiap agama yang tidak benar
memiliki allahnya sendiri. Oleh sebab itu hanya ada satu TUHAN (YHWH),
yaitu pribadi yang ada dengan sendirinya, dan namanya pun disebut dengan
lengkap "yhwh 'lhym". Orang Yahudi membacanya 'adonay elohim', setiap
kali menemukan kata YHWH, mereka akan membacanya 'adonay' dan
menghubungkannya dengan 'elohim'.
Nama generik untuk Allah dalam bahasa Ibrani adalah 'el', dengan
perubahan-perubahan seperti 'elim', 'elohim', dan 'eloahh', ada lagi
nama-nama attributif seperti 'el elyon' (Allah Yang Mahatinggi}, 'el
olam' (Allah Yang Kekal), 'el gibbor' (Allah Yang Perkasa) 'el syaddai'
(Allah Yang Mahakuasa). Nama YHWH pun sering diberi attribut lain seperti
'Yehovah Roi' (TUHAN adalah Gembala), 'Yehovah Melek' (TUHAN Raja),
'Yehovah Sabaot' (Tuhan Semesta Alam). Nama YHWH digunakan untuk
membedakan Allah Israel dengan allah bangsa lain yang juga menggunakan
nama 'el' atau 'elohim'.
Perlu diluruskan pula bahwa teks asli Perjanjian Lama ditulis dalam
aksara Ibrani, bukan aksara Latin yang memiliki huruf kapital. Keluaran
3:15 menulis nama TUHAN dengan empat huruf Ibrani (tetragrammaton) yang
terdiri atas yod, he, waw/vav dan he, terbaca atau berfungsi sebagai YHWH
atau YHVH dalam aksara Latin.
Bahasa Ibrani tidak mempunyai huruf vokal. Pada waktu para Masoret
(sarjana Yahudi yang memperdalam tentang naskah) memberi tanda vokal,
mereka memasukan tanda vokal 'adonay' (a o a) dalam huruf YHWH. Karena
tanda a dalam huruf pertama itu berbentuk syewa gabungan maka diganti
syewa yang dibaca e sedangkan tanda o dan a berikutnya huruf yang tetap.
Sehingga YHWH dibaca YeHoWa (huruf h tidak perlu dibaca). Tetapi
seringkali o jadi u sehingga YeHuWa atau YeHoVa.
Sebutan Yahweh ditampilkan melalui penyalinan huruf (transliterasi) nama
ke bahasa Yunani dalam kesusastraan Kristen kuno, dalam bentuk "iaoue"
(Klemen dari Aleksandria) atau "iabe" (Theodoret; pada waktu itu huruf
Yunani 'b' diucapkan 'v').
> Berarti kalau kita menyebut Eloah atau Eloim (betulkah dalam pengucapan
> lafal "h" nya hilang?) baru menyebut "Jabatan" Nya alias Tuhan,
> sedangkan kalau kita menyebut nama YAHWE maka kita menyebut nama diri
> dari Tuhan yang benar?
Yohannes:
Bunyi 'h' dalam bahasa Ibrani harus diucapkan jika terletak di
tengah-tengah dan di awal kata. Jika terletak di akhir kata, adakalanya
diucapkan dan ada kalanya pula tidak, tergantung vokal sebelumnya.
Tentang nama diri dan jabatan dapat dibaca pada uraian di atas.
Sekedar tambahan, di samping YHWH (Yehovah atau Yahweh) masih ada nama
lain yaitu 'yahh'. Kata 'yahh' adalah nama YHWH yang disebut pendek,
misalnya ungkapan Yunani 'allêlouia' (haleluya) yang berasal dari
gabungan kata Ibrani 'halal' dan 'yahh'. Kata-kata lain misalnya Yehu (1
Raja-raja 16:1), "Yehovah adalah Dia"; Yoahas (2 Raja-raja 10:35) dari
'yeho'akhaz', "Yehovah sudah mengambilnya"; Yoas atau 'yeho'asy' (2
Raja-raja 11:21), "diberikan oleh Yehovah"; Yosua atau 'yehosyua',
"Yehovah adalah Juruselamat". Masih ada kata yang mungkin tidak disangka
berasal dari 'yahh' atau 'yeh', yaitu "Yusuf". Kata "Yusuf" diterjemahkan
dari kata Ibrani 'yehosef', diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi
Joseph, bermakna "Yehovah sudah menambahkan"
• Yesaya 26:4, "Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN ALLAH
adalah gunung batu yang kekal." - "batakhu {percayalah} beyehovah {kepada
TUHAN} adi-ad {selama-lamanya} ki {sebab} beyah {kepada TUHAN} yehovah
{TUHAN} tsur {kekuatan} olamim {yang kekal}"
Note: Kata 'yhwh' dalam ayat di atas diterjemahkan oleh King James
Version menjadi 'Jehovah' karena ada dua kata "TUHAN" sedangkan LAI
menerjemahkan 'yhwh' dengan ALLAH dalam huruf besar dengan alasan yang
sama.
"Trust ye in the LORD for ever: for in the LORD JEHOVAH is everlasting
strength:"
Masih ada lagi kata YHWH yang ditulis bukan dengan Yehovah, tetapi
'Yehovih', yaitu kata YHWH yang dibubuhi huruf hidup dari kata 'elohim',
yang digunakan jika kata ini didahului oleh 'Adonay' ("Tuhan" dalam huruf
kecil), misalnya:
• Kejadian 15:8. "Kata Abram: 'Ya Tuhan ALLAH, dari manakah aku
tahu,bahwa aku akan memilikinya?'" - "vayomer {dan berkata} adonay
{Tuhan} yehovih {TUHAN} bemah {dari mana} ada {mengetahui} ki {bahwa}
eyarasyneh {akan memilikinya}"
Kata YHWH tersebut diterjemahkan oleh LAI menjadi "ALLAH" dalam huruf
besar. Orang Yahudi bila menemukan kata 'dny yhwh berdampingan mereka
akan membacanya 'adonay elohim' untuk mencegah pengulangan kata yang sama
karena mereka juga membaca 'yhwh' dengan 'adonay'. Saya kurang tahu
apakah YHWH (Yehovih) ini juga dibaca YAHWEH oleh mereka yang cenderung
menggunakan nama Yahweh.
> Bukankah secara etika nama diri itu tidak boleh diterjemahkan? Contoh:
> Cat Steven (sekarang Yusuf Islam) akan marah kalau di panggil "Kucing
> Steven" atau "Sarwono" (Sar = macan, wono = hutan) akan marah kalau
> dipanggil "Macan Hutan"

Yohannes:
Baik TUHAN maupun Allah adalah "nama diri". Tuhan Allah tidak dapat
dihubungkan dengan nama dan jabatan manusia karena Allah bukan manusia
yang dapat diberi pangkat dan jabatan.
Mari kita bandingkan antara Alkitab Ibrani dengan Septuaginta:
* Kejadian 2:8, "Selanjutnya TUHAN Allah membuat taman di Eden, di
sebelah timur; disitulah ditempatkan-Nya manusia yang dibentuk-Nya
itu." - "vayita {dan menanam} yehovah {TUHAN} elohim {Allah} gan-be'eden
{taman di Eden} migedem {di sebelah timur} vayasem {dan meletakkan} syam
{di sana} et-ha'adam {manusia} asyer {yang} yatsar {dibentuk}"
* Septuaginta, "kai {dan} ephuteusen {menanam} kurios {TUHAN} ho theos
{Allah} paradeison {taman} en {di} edem {Eden} kata {di sebelah} anatolas
{timur} kai {dan} etheto {menempatkan} ekei {di sana} ton anthrôpon
{manusia} hon {yang} eplasen {dibentuk}"
Septuaginta yang merupakan terjemahan tertua Alkitab bahasa Ibrani ke
bahasa Yunani menerjemahkan kata 'YHWH' menjadi 'kurios' dan 'elohim'
menjadi 'theos'. Jika "TUHAN" atau YHWH adalah nama pribadi yang tidak
boleh diterjemahkan, apakah para penerjemah purba ini salah
menerjemahkan?
> Mohon penjelasannya.
> Tuham memberkati.
> AEP