Mari kita belajar bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh allah subhanna wata allah
Belajar Untuk Bersyukur
Oleh Yon’s Revolta
Lalai. Manusia selalu begitu. Kadang begitu luput. Ya, atas udara yang setiap
hari kita hirup untuk nafas hidup kita. Tentang sehatnya tubuh kita hingga mudah
untuk melakukan serangkaian aktivitas apa saja. Pun, tentang betapa rejeki Allah
SWT yang telah mengalir dalam setiap detik kehidupan kita. Sungguh, sebuah
kenikmatan yang semestinya tak boleh kita lupakan. Namun, lagi-lagi kita lalai.
Jarang untuk bisa bersyukur atas apa yang ada. Atas apa yang kita punya dan
nikmati. Maka, hari ini kita bisa belajar kepada seorang teman…
Kang Dayat namanya.
Sore. Sehari yang lalu, dalam perbincangan yang akrab, keping-keping hikmah
mengalir dalam setiap cerita yang disampaikannya. Larut, saya menyimak dengan
tenang. Tentu, dengan harap, rahasia tentang kehidupan yang mungkin masih
tersembunyi bisa saya petik, agar saya bisa lebih memaknai warna-warni kehidupan
yang hanya sementara ini.
Bermula dari hidupnya yang sederhana. Lantas, menikmati pekerjaannya sebagai
cleaning service pada sebuah institusi pendidikan tinggi. Gajinya, tidak banyak.
Maklum, masih menjadi honorer. Diapun tak tahu, entah kapan menjadi PNS. Yang
dia tahu, bekerja dengan sebaik-baiknya atas amanah yang dibebankannya. Keluhan,
sesekali memang muncul. Namun, dia lebih banyak untuk tidak terlalu
membesar-besarkannya. Tiada guna, lebih baik nikmati saja. Bekerja dengan aroma
kebahagiaan dalam kesehariannya. Begitulah, hari-hari berjalan.
Walaupun begitu. Dalam hidupnya yang pas-pasan, kini telah mempunyai seorang
anak. Sedang masuk TK. Rupanya, memang skenario Allah itu selalu baik. Tinggal
kitanya saja, bagaimana mensikapinya. Mungkin, tak ada yang percaya kalau dulu,
waktu menikah, hanya bermodalkan RP 75 ribu, itu gajinya sebulan. Waktu itu di
tahun 2001.
Begitulah, dengan modal itu, berniat melamar seorang gadis yang dicintainya.
Indahnya, sang gadis mau-mau saja. Saya tak tahu. Mungkin perempuan yang kini
menjadi istrinya itu juga percaya pada garis nasib dan rejeki yang akan
diperoleh asalkan mau usaha. Entahlah, yang pasti ceritanya begitu. Sekarang
saja, kalau mau tahu, gaji Kang dayat tak lebih dari Rp 300 ribu. Heran saya.
Kok cukup ya. Tapi realitasnya memang begitu.
Setelah saya tanyakan kepadanya, tentang bagaimana memanajemen uang yang sedikit
itu, baru saya tahu, resepnya memang bersyukur. Ya, dia selalu mensyukuri saja
setiap harta yang diperolehnya. Kadang, hutang memang tak terelakkan. Itu
romantika. Hanya saja, selama ini bisa tetap mempertahankan hidup bersama istri
dan anaknya. Istrinya pun sama. Tak pernah menuntut lebih.
Dia memahami betul, gaji segitu memang mepet untuk hidup sebulan. Tapi dia lebih
memilih menghargai suaminya yang telah bekerja. Ada sedikit penghasilan,
daripada menganggur. Apalagi, suaminya juga pasti memberikan semua gaji dan
rejeki yang diterima. Kalau ada keperluan, Kang Dayat ijin kepada istrinya
untuk meminta uang demi keperluannya itu.
Kalau dipikir-pikir, mereka kok bisa hidup dan bertahan sampai kini. Ah, memang
rasa syukur itu sebuah “keajaiban”. Seperti adanya dalam ajaran Islam. Kalau
kita mau bersyukur atas apa yang ada, maka Allah SWT akan menambahkan rejeki
kita. Begitulah, sebuah ajaran yang bisa menjadi prinsip hidup kita.
Kini, kita bisa bercermin. Saya percaya, banyak diantara kita yang punya
penghasilan, punya harta yang lebih dari Kang Dayat, tapi masih saja selalu
menggerutu, merasa kekurangan. Nah, inilah saatnya kita belajar tentang rasa
syukur kepada beliau, sosok lelaki sederhana yang juga menjadi ketua RT untuk
40-an warga itu.
Ini bukan berarti kita tak mau berusaha lebih. Justru, kita mesti berpacu,
bersemangat untuk menyongsong datangnya rejeki. Setelahnya, baru kita
mensyukuri atas apa yang kita peroleh itu. Bukannya mengutuk diri sendiri
lantas terus menerus merasa kekurangan. Bersyukur, inilah resepnya. Kalau sifat
semacam ini bisa ada dalam diri kita. Insyallah, hidup senantiasa damai dan
indah. Percayalah !.(yr)
Rumah Kelana, Akhir Juni 2007.