SÊRAT GATHOLOCO (4)
Diterjemahkan dan diulas oleh :
Damar Shashangka (Ulasan)
oleh Damar Shashangka pada 26 April 2010 jam 0:20
Diambil dari naskah asli bertuliskan huruf Jawayang disimpan oleh
PRAWIRATARUNA.
Digubah ke aksara Latin oleh :
RADEN TANAYA
Diterjemahkan dan diulas oleh :
DAMAR SHASHANGKA
Ada beberapa Pada (Syair) yang terdapat pada Pupuh II, Dandanggula, yang harus diulas. Seperti dibawah ini :
1. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 19 :
19. Ingsun ngaku wong Lanang Sujati, basa Lanang Sujati têmênan, wadiku apa dhapure, Sujati têgêsipun, ‘ingSUn urip tan nêJA maTI’, Guru tiga angucap, Dhapurmu lir antu, sajêge tan kambon toya, Gatholoco macucu nulya mangsuli, Ewuh kinarya siram.
Aku mengaku sebagai Lanang Sujati (Lelaki Sejati), arti dari Lanang Sujati (Lelaki Sejati) sesungguhnya adalah, aku disebut LANANG karena memahami Rahasia Mulia barang (penis)-ku, sedangkan SUJATI (Sejati) artinya ‘ingSUn urip tan nêJA ma TI’ (Aku Yang Hidup Tak Dapat Mati Selamanya). Ketiga Guru berkata, Rupamu seperti hantu, tak pernah tersentuh air, Gatholoco cemberut lantas menjawab, Aku bingung hendak mandi dengan apa.
Gatholoco menyadari bahwa siapapun yang meningkat Kesadarannya, berhak menyandang predikat sebagai Lanang Sujati (Lelaki Sejati) atau Wadon Sujati (Wanita Sejati). Pada ‘Pada’ (Syair) diatas, arti kata Lanang Sujati diuraikan oleh Gatholoco. Siapapun Lelaki yang memahami Kemuliaan Proses Penciptaan melalui Penis (Gathel)-nya, sebuah proses vital yang menjadi mata rantai sebuah perjalanan panjang evolusi jiwa, proses yang mampu ‘menarik’ kembali Atma atau Ruh dari ranah ‘kematian’ menuju ‘kehidupan kembali’ atau Reinkarnasi (dalam istilah Sanskerta disebut PUNARBHAWA : Kelahiran Kembali, atau PUNARJANMA : Manusia Yang Kembali hidup dari ranah kematian), proses berkesinambungan untuk menjadi penyebab ‘bangkitnya’ Atma atau Ruh agar kembali berjuang ditengah samudera kehidupan demi untuk melanjutkan peningkatan kembali KESADARAN mereka melalui tempaan badai dualitas duniawi (suka-duka, kaya-miskin, sakit-sehat, dll), maka siapapun mereka, kalau Lelaki berhak menyandang predikat LANANG. Kalau Wanita berhak menyandang predikat WADON! Selama anda belum memahami kemuliaan dan pentingnya proses ini, maka sesungguhnya anda belumlah pantas disebut LANANG atau WADON. Anda hanyalah sekedar spesies makhluk hidup yang melakukan sebuah aktifitas sexual tanpa kesadaran. Anda belumlah MANUSIA.
Kata ‘SUJATI’, Gatholoco mengartikan ‘ingSUn urip tan neJA maTI’ yang artinya ‘Aku Yang Hidup Tak Dapat Mati’. Siapakah itu? INGSUN (AHAM/AKU). Siapakah INGSUN (AHAM/AKU) tersebut? Tak lain adalah Atma atau Ruh kita!
Atma atau Ruh tidak diciptakan oleh siapapun! Atma atau Ruh adalah Percikan Brahman dalam definisi Weda atau Tiupan/Hembusan Nafas Allah dalam definisi Al-Qur’an atau Pencitraan/Duplicate Allah dalam definisi Injil dan Taurat!
Atma dan Ruh adalah bagian langsung dari BRAHMAN, dari ALLAH, dari BAPA itu sendiri! Tidak ada yang menciptakan Ruh atau Atma. Yang diciptakan adalah Badan Halus (Suksma Sariira/Nafs) dan Badan Kasar (Sthula Sariira/Jasad)! Sadarkah anda sekarang? Telitilah dengan seksama kitab suci anda, adakah firman yang menyatakan Ruh itu diciptakan? LANANG SUJATI artinya, Manusia yang memahami kemuliaan proses penciptaan melalui penis/vagina-nya, yang merupakan lantaran untuk kelahiran kembali para Atma atau Ruh!
2. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 20 :
20. Upamane ingsun adus warih, badaningsun wus kaisen toya, kalamun adus gênine, jro badan isi latu, yen rêsika sun gosok siti, asline saking lêmah, sun dus-ana lesus, badanku sumbêr maruta, tuduhêna kinarya adus punapi, ujarnya Guru tiga.
Jikalau aku harus mandi menggunakan air, tubuhku sudah penuh dengan unsur air, jikalau harus mandi menggunakan api, didalam badan penuh unsur api, jikalau harus membersihkan diri dengan menggunakan tanah, sudah jelas daging ini berasal dari tanah, aku mandi menggunakan angin leysus, badanku sumber dari angin, beritahu kepadaku apa yang harus aku pakai untuk mandi? Ketiga Guru menjawab.
Ini adalah jawaban yang merupakan kritik kepada para agamawan yang terlampau mementingkan syari’at. Mereka-mereka yang terpaku pada tata lahir dan procedural belaka. Begitu sudah tunai, mereka merasa sudah cukup dan sempurna! Gatholoco menyengaja memberikan gambaran, bahwa AIR tidaklah cukup untuk mensucikan diri secara menyeluruh. AIR hanya mampu menggelontor kotoran LAHIR semata! Maka Gatholoco menyatakan, apa yang hendak aku gunakan untuk men-sucikan diri ini? Jikalau memakai AIR, bukankah JASAD FISIK atau STHULA SARIIRA ini berasal dari unsur AIR. Jikalau memakai API, bukankah JASAD FISIK atau STHULA SARIIRA ini juga berasal dari unsur API. Pun jikalau memakai ANGIN, bukankah JASAD FISIK atau STHULA SARIIRA inipun berasal dari unsur ANGIN? Begitu juga jika hendak disucikan dengan TANAH, bukankah JASAD FISIK atau STHULA SARIIRA inipun berasal dari unsur TANAH?
Keempat Unsur yang disebutkan Gatholoco, umum dipahami sebagai empat pembentuk JASAD FISIK manusia. Empat unsur Alam yang sangat vital, yaitu TANAH/LOGAM (PRTIWI), AIR (APAH), API/CAHAYA (TEJA) dan ANGIN (WAYU) .
Namun sesungguhnya ada satu unsur lagi yang juga sangat vital membentuk JASAD FISIK manusia, yaitu RUANG (AKASHA). Tanpa ada RUANG, maka tidak akan ada celah dan rongga dalam susunan anatomi JASAD FISIK. Sesungguhnya unsur RUANG menempati bagian yang penting. Dan RUANG menurut Weda, masih juga dikategorikan sebuah MATERI! Masih merupakan BENDA FISIK! Para saintis modern telah pula mulai melakukan pengujian untuk membuktikan hipotesa bahwa RUANG masih juga merupakan MATERI.
Semesta ini terus mengembang. Terus membentuk ciptaan-ciptaan baru. Kemanakah segala benda ciptaan itu mengembang kalau tidak menuju RUANG. Berarti, begitu Semesta ini mengembang, maka akan terus tercipta RUANG baru!
Jauh-jauh hari, sebelum manusia modern bisa membuktikan bahwa semesta ini terus mengembang, dalam Weda telah disebutkan secara jelas tanpa harus ditafsir-tafsirkan lagi :
“Semoga Brahman, yang bagaikan laba-laba dengan jejaringnya yang terus keluar dari dalam diri-Nya, yang dihasilkan oleh PRADHANA/PRAKRTI-Nya, sehingga terus tercipta Alam Semesta ini, berkenan memberikan berkah kepada kami, sehingga kami dapat kembali menyatu dengan-Nya.”
(Swetaswatara Upanishad:6:10)
Namun teori yang menyatakan bahwa RUANG termasuk dalam unsur vital pembentuk JASAD FISIK, tidak begitu bisa dipahami oleh masyarakat Jawa setelah ajaran Shiwa Buddha meninggalkan Pulau Jawa. Sampai detik ini, masyarakat Jawa sudah terbiasa meyakini hanya ada empat unsur vital pembentuk JASAD FISIK manusia yaitu, TANAH/LOGAM (Sanskerta : PRTIWI, Jawa : BUMI), AIR (Sanskerta : APAH, Jawa : BANYU), API/CAHAYA (Sanskerta : TEJA, Jawa : GENI), UDARA (Sanskerta WAYU, Jawa : ANGIN). Sedangkan RUANG (AKASHA), terlupakan.
Masyarakat Bali masih bisa memahami. Mereka mengenalnya dengan istilah PANCA MAHA BHUTA (LIMA MAHA UNSUR MAKHLUK)!
Dan Gatholoco, tidak menyinggung tentang unsur RUANG karena dia tengah berdialog dengan masyarakat Jawa pasca Majapahit runtuh! Bahkan mereka yang tengah berdialog dengan Gatholoco ini, hanya mengenal keyakinan bahwa manusia tercipta dari AIR dan TANAH saja!
3. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 21 :
21. Asal banyu yêkti adus warih, dimen suci iku badanira, Gatholoco sru saure, Sira santri tan urus, yen suciya sarana warih, sun kungkum sangang wulan, ora kulak kawruh, satêmêne bae iya, ingsun adus Tirta Tekad Suci Êning, ing tyas datan kaworan.
Tubuhmu berasal dari cairan (sperma) sudah layak jika mandi menggunakan air, agar suci dirimu itu, Gatholoco lantang menjawab, Kalian santri bodoh! Jikalau bisa suci karena mandi dengan air, aku akan berendam selama sembilan bulan saja, tidak perlu mencari ilmu (Ke-Tuhan-an), ketahuilah bahwa sesungguhnya, aku telah mandi Air Tekad Suci yang Jernih, yaitu jernihnya hati tanpa dikotori oleh.
AIR masih juga dianggap sebagai sarana mutlak sebagai alat pensuci. Gatholoco tertawa dan menjawab dengan cerdas. Jikalau memang hanya dengan memakai AIR aku bisa menjadi suci, bukankah lebih baik aku berendam selama sembilan bulan saja, tidak perlu mencari ilmu Ke-Tuhan-an? Pensuci yang sesungguhnya, tak lain adalah TIRTA TEKAD SUCI ÊNING
(AIR TEKAD SUCI JERNIH) . Sebuah AIR ABSTRAK YANG KELUAR DARI TEKAD UNTUK MENSUCIKAN DAN MENJERNIHKAN SEGALA KEKOTORAN BATIN MANUSIA! ITULAH AIR YANG BISA MENGGELONTOR SELURUH KEKOTORAN BATIN!
4. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 28 :
28. Gatholoco anauri malih, Yen mangkono isih lumrah janma, ora kinaot arane, beda kalawan Ingsun, kabeh iki isining bumi, sakurêbing akasa, dadi darbek-Ingsun, kang anyar sarwa gumêbyar, Sun kon nganggo marang sanak-sanak mami, Ngong trima nganggo ala.
Gatholoco menyahuti lagi, Jikalau begitu jelas kalian hanya manusia lumrah, bukan manusia pilihan namanya, berbeda dengan-Ku, sesungguhnya semua yang ada dibumi, dan yang ada dibawah langit, adalah milik-Ku, yang baru dan gemerlap, sengaja Aku berikan kepada saudara-saudaraku (semua makhluk hidup), Aku rela memakai yang jelek-jelek saja.
Atma adalah Percikan Brahman. Semesta ini adalah materi baru yang tercipta dari proses
‘Persempitan ke-Mutlak-an Brahman’.
Atma adalah percikan. Semesta adalah ciptaan. Atma tak berawal dan berakhir. Langgeng abadi. Semesta ini mempunyai awal dan akhir. Tiada abadi. Makanya Semesta ini disebut pula sebagai ALAM MAYA!
Jika Atma dan Brahman itu sesungguhnya adalah SATU KESATUAN TUNGGAL, maka seluruh benda ciptaan ini sesungguhnya adalah milik Sang Atma juga.
Manakala dalam kenyataannya, kini Sang Atma kadangkala tidak mampu menikmati apa yang sesungguhnya merupakan milik-nya sendiri diseluruh Semesta raya ini, hal itu dikarenakan Sang Atma tengah terikat oleh Buah Karma-nya! Buah Karma yang dibuat-nya dan harus dinikmati-nya sendiri! Jika Sang Atma telah lepas dari jeratan Buah Karma, maka Sang Atma akan kembali memperoleh KESADARAN PURNA-NYA, KESADARAN MUTLAK-NYA. Sang Atma akan mampu merengkuh kembali segala milik-nya tanpa harus dibatasi lagi oleh takdir. Takdir yang sesungguhnya dia buat sendiri tanpa disadari!
Seluruh PEMIKIRAN (MANASIKA) Sang Atma, seluruh UCAPAN (WACIKA) Sang Atma, seluruh TINDAKAN (KAYIKA) Sang Atma, sesungguhnya adalah aktifitas pembuatan sebuah takdir bagi diri Sang Atma sendiri. Jika seluruh PEMIKIRAN, UCAPAN dan PERBUATAN Sang Atma cenderung positif, Sang Atma sesungguhnya telah menguntai takdir positif bagi diri-nya. Jika seluruh PEMIKIRAN, UCAPAN dan PERBUATAN Sang Atma cenderung negatif, sesungguhnya Sang Atma telah menguntai takdir negatif pula bagi diri-nya sendiri. Takdir bukan dibuat oleh Tuhan dari atas langit sana! Tidak ada Malaikat yang bertugas mencatat takdir anda! Yang ada, seluruh aktifitas anda yang keluar dari PEMIKIRAN, UCAPAN dan PERBUATAN, secara otomatis terekam oleh PRAKRTI! Terekam oleh ALAM! Dan Alam yang akan menumbuhkan buahnya, BAIK maupun BURUK, tergantung apa yang anda tanam! MALAIKAT ITU TAK LAIN ADALAH ALAM ITU SENDIRI! Sadari itu!
Dan buah perbuatan anda (Karmaphala ; Karma : Perbuatan, Phala : Buah) tidak bisa tidak, harus kembali kepada anda! Siapa yang menanam akan memetik! Siapa yang menabur angin akan menui badai! Tidak ada orang yang akan menggantikan! Dalam ungkapan Al-Qur’an sangat indah dinyatakan : SETIAP ORANG AKAN MEMIKUL DOSANYA SENDIRI! WALAUPUN ITU SEKECIL DZARROH (DEBU)!
Dan jika Sang Atma telah mampu terlepas dari ikatan samsara, terlepas dari lingkaran ‘penanaman’ dan ‘penuaian’ hasil aktifitas yang terus menerus tiada henti tersebut, sesungguhnya Sang Atma akan kembali memiliki segala apa yang ada di seluruh semesta raya ini!
Inilah maksud Gatholoco! Dan manusia-manusia semacam Gatholoco, sesungguhnya telah mampu ‘memenuhi segala apa yang dikehendakinya’. Namun apalah arti dunia bagi manusia-manusia semacam dia! Karena KESADARAN PURNA yang telah dicapainya, tidak bisa dibandingkan dengan seluruh kenikmatan dan gemerlapnya duniawi! KESADARAN PURNA lebih GEMERLAP DAN NIKMAT daripada segala macam gemerlap dan kenikmatan duniawi yang gampang menguap bagai embun di pagi hari!
5. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 29 :
29. Apan Ingsun trima nganggo iki, pêpanganan ingkang enak-enak, kang lêgi gurih rasane, pêdhês asin sadarum, Sun kon mangan mring sagung janmi, ingkang sinipat gêsang, dene Ingsun amung, ngawruhi sadina-dina, Sun tulisi sastrane salikur iji, Sun simpên jroning manah.
Cukuplah Aku memakan yang ini saja, segala makanan yang enak-enak, yang manis gurih rasanya, pedas dan asin semuanya, Aku berikan untuk dimakan oleh seluruh manusia, dan semua makhluk yang bersifat hidup, sedangkan Aku hanyalah, meneliti
setiap hari, Ku catat dalam sebuah sastra sebanyak Duapuluh Satu buah (angka Dua melambangkan mereka yang masih terikat Dualitas duniawi, angka Satu melambangkan mereka yang telah lepas dari Dualitas duniawi. Manusia yang Kesadarannya tinggi, mampu meneliti dan mengamati kedua jenis tingkatan kesadaran para manusia tersebut. Inilah makna Sastra Salikur Iji atau Sastra Duapuluh Satu yang dimaksud Gatholoco), dan Aku simpan didalam hati.
Manusia yang telah mencapai KESADARAN PURNA, maka KASIH yang ada didalam dirinya meluap-luap bagai gelombang samudera! Dia akan terus mendaur ulang segala unsurunsur ekstrim Alam yang hendak mengacaukan ke-stabil-an semesta sebagai tempat yang masih harus ada.
Tempat yang masih harus ada sebagai media ber-evolusi bagi Atma-Atma yang masih belum mencapai KESADARAN PURNA!
Manusia-manusia yang telah mencapai KESADARAN PURNA, selain terus ‘membantu proses ke-stabil-an’ semesta, kadang pula mereka akan membimbing Atma-Atma lain, memandu secukupnya, dengan tidak meninggalkan kemandirian dari mereka yang tengah di bimbing! Nabi Khidir, Babaji Maha Avatar, Semar, dll adalah contoh-contoh dari sosok manusia-manusia suci pembimbing ini!
Mereka akan mengamati, mana saja para Atma yang mulai mampu lepas dari Dualitas Duniawi, dilambangkan dengan angka SATU, dan mana saja para Atma yang masih saja terus terikat dalam Dualitas Duniawi, dan dilambangkan dengan angka DUA.
Inilah makna ucapan Gathoooco yang selalu mengamati seluruh Atma, dicatat dalam Sastra yang disebut SASTRA SALIKUR IJI atau SASTRA DUA PULUH SATU. DUA melambangkan mereka-mereka yang masih terikat Dualitas Duniawi dan belum saatnya mendapat bimbingan dari Manusia-Manusia Berkesadaran Purna. SATU melambangkan mereka-mereka yang mulai bisa lepas dari Dualitas Duniawi dan sudah saatnya dibimbing oleh Manusia-Manusia Berkesadaran Purna seperti Gatholoco!
6. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 30 :
30. Ingsun dhewe mangan sabên ari, Ingsun milih ingkang luwih panas, sarta ingkang pait dhewe, najise dadi gunung, kabeh gunung ingkang ka-eksi, mulane kang bawana, padha mêtu kukus, tumuse gêni Sun pangan, ingkang dadi padhas watu lawan curi, klelet ingkang sun pangan.
Yang Ku-makan setiap hari, Ku-pilih yang sangat panas, dan yang terlampau pahit (maksudnya semua unsur-unsur negatif Alam yang terlalu ekstrim), kotoran (batin)-Ku menjadi gunung, seluruh gunung yang terlihat, (maksudnya, semua unsur negatif yang terlalu ekstrim dari Alam, mampu didaur ulang menjadi unsur yang lebih positif melalui olah batin dari manusia-manusia yang berkesadaran tinggi. Dilambangkan dengan keberadaan sebuah gunung yang menyimpan api menakutkan, namun lava dari gunung berapi, sangat bermanfaat menyuburkan tanah, sehingga tanaman apapun akan gampang tumbuh disekeliling gunung berapi. Jelasnya, dari sesuatu yang menakutkan semacam gunung berapi, mampu didaur ulang menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi manusia. Begitu pula proses daur ulang yang secara tidak disadari telah dilakukan oleh manusia-manusia berkesadaran tinggi semacam Gatholoco kepada semua unsur negatif alam yang terlalu ekstrim), apa sebabnya dunia diliputi asap saja (maksudnya, banyak unsur api terlampau ekstrim yang sesungguhnya melingkupi dunia ini, namun berkat manusia-manusia yang penuh kesadaran semacam Gatholoco, secara tidak sengaja, mereka-mereka ini menyerap unsur api yang terlalu ekstrim tersebut dan didaur ulang menjadi unsur api positif yang lebih bermanfaat. Jika tidak ada manusiamanusia berkesadaran tinggi semacam Gatholoco, dapat dipastikan, meteor-meteor raksasa dan hal-hal ekstrim lainnya, akan menghantam dan mengacaukan bumi tanpa ada penghalang lagi! Sadarilah ini!), sebab api telah Aku makan, kotoran (batin)-Ku menjadi batu cadas (seperti halnya dipilihnya ‘Gunung’ sebagai sebuah perumpamaan proses pendaur ulang-an unsur ektrim Alam agar menjadi lebih bermanfaat, ‘Batu Cadas’ dipilih pula karena identik dengan kekokohan, sesuatu yang kokoh kuat. Maksudnya jelas, unsur ekstrim alam, bisa diubah menjadi sesuatu yang stabil demi keberlangsungan semesta sebagai tempat berevolusi. Berterima kasihlah kepada manusia-manusia berkesadaran tinggi seperti Gatholoco!) Aku cukup memakan candu ini. (maksudnya candu spiritualitas)
Uraian diatas saya kira sudah cukup jelas. Dengan penambahan sedikit. Sosok-sosok Manusia Berkesadaran Tinggi seperti Gatholoco, hingga detik ini, dan sampai nanti jika Para Atma masih banyak yang belum terseberangkan dari lautan Dualitas Duniawi, akan selalu ada dan hadir! Walau jumlah mereka akan berkurang dan bertambah, sesuai dengan siklus perputaran Jaman (Yuga). Dalam Jaman Kali Yuga ini, mereka akan semakin berkurang. Banyak dari mereka-mereka yang akan MELEBUR DENGAN SUMBER ABADI SEMESTA! Pada Jaman Satya Yuga kelak, jumlah mereka akan bertambah. Jumlah mereka bertambah karena banyak para Atma-Atma baru dari Jaman Kali Yuga yang meningkat KESADARANNYA!
Manusia-Manusia Suci seperti mereka bukanlah monopoli agama tertentu! Karena mereka telah lepas dari Dualitas Duniawi.
Status agama ‘A’atau ‘B’, adalah status DUNIAWI! Bagaimana bisa mereka membimbing kita melepaskan diri dari ikatan Dualitas Duniawi jikalau mereka sendiri masih terikat dengan status keduniawian?
SESUNGGUHNYA MEREKA-MEREKA TELAH TERLEPAS DARI SEGALA MACAM STATUS, ATRIBUT DAN TETEK BENGEK BENDERA DUNIAWI! JANGAN MENJADI BODOH DENGAN MEMPERCAYAI SEBUAH KEYAKINAN BAHWA MANUSIA YANG TELAH MENCAPAI KESEMPURNAAN SEPERTI GATHOLOCO MASIH JUGA MENJADI MILIK AGAMA ‘A’ ATAU ‘B’!
PARA MANUSIA ILLAHI SEMACAM GATHOLOCO AKAN TERTAWA MELIHAT KEKONYOLAN KEYAKINAN SEMACAM ITU!
7. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 31 :
31. Sadurunge Ingsun ngising najis, gunung iku yêkti durung ana, benjang bakal sirna maneh, lamun Ingsun wus mantun, ngising tai mêtu têka silit, titenana kewala, iki tutur-Ingsun, Guru tiga duk miyarsa, gya micara astane sarwi nudingi, Layak kuru tan pakra.
Sebelum Aku membuang kotoran (batin), seluruh gunung belumlah tercipta (maksudnya, dunia tidak akan stabil sebagai tempat yang sesuai bagi proses evolusi jiwa jika tidak ada manusia-manusia berkesadaran tinggi yang mampu mendaur ulang unsur-unsur ekstrim Alam seperti Gatholoco), kelak akan sirna kembali, jika Aku sudah tidak lagi, membuang kotoran lewat dubur, nyatakanlah kelak, apa yang Aku katakan ini. (maksudnya jika manusia-manusia yang berkesadaran tinggi hilang dari muka bumi, dapat dipastikan kiamat dunia akan tercipta!). Ketiga Guru begitu mendengar, segera berkata sembari menuding, Makanya kurus kering tidak lumrah manusia (tubuhmu).
Gatholoco hanya sekedar menegaskan, bahwa tanpa adanya Manusia-Manusia Berkesadaran Tinggi, Manusia-Manusia Illahi, yaitu Manusia-Manusia yang Merupakan Perwujudan Illahi, kestabilan semesta tidak akan tercipta. Jika Para Sadhu (Manusia Sempurna) seperti mereka mulai berkurang, maka dapat dipastikan, kekacauan semesta akan tercipta. Dan pada puncak chaos yang sedemikian, maka akan lahirlah seorang Buddha (Yang Tersadarkan) , seorang Awatara (Perwujudan Illahi) , seorang Mesias (Juru Selamat) , seorang Nabi (Manusia pilihan Tuhan) , yang akan kembali menstabilkan semesta diakhir Jaman Kali Yuga kelak!
Dalam Hindhuisme, Kalki Awatara kelak akan turun untuk menghancurkan Asura Kali dan mengakhiri Jaman Kali Yuga menuju ke Jaman Satya Yuga kembali. Dalam Buddhisme, Buddha Maitreya kelak akan turun manakala Dhamma sudah terlupakan! Dalam Kristianisme, Jesus akan turun untuk menghancurkan Lucifer dan mengakhiri dunia lama menuju dunia baru. Saat itulah Armagedon tengah tercipta! Dalam keyakinan Islam, Nabi Isa
a.s. kelak akan turun untuk menghancurkan Dajjal! Kalki, Maitreya, Jesus, Isa, apakah mereka pribadi yang beda? Mengapa masih ngotot menunjukkan keyakinannya sendiri yang paling benar? Sampai dibela-belain menumpahkan darah segala?
Sadarlah saudaraku!
8. Pupuh II, Dandanggula, Pada (Syair) 32 :
32. Gatholoco sigra anauri, Mila ingsun kurune kalintang, krana nurut mring karsane, Gusti Jêng Nabi Rasul, sabên ari ingsun turuti, tindak mênyang ngêpaken, awan sore esuk, mundhut candhu lawan madat, dipun dhahar kalawan dipun obongi, Allah kang paring wikan.
Gatholoco segera menjawab, Tubuhku kurus disebabkan, karena menuruti perintah, Gusti (Kang)jêng Nabi Rasul(lullah), setiap hari aku turuti, bertandang ke tempat madat, siang sore pagi, mengambil candu dan madat, dimakan langsung maupun dibakar lalu dihisap, Allah yang memberikan ijin. (Maksudnya Kangjêng Nabi Rasul dalam kesadaran Gatholoco, bukanlah Nabi Muhammad, melainkan Ruh-nya sendiri, Atma-nya sendiri. Suara Atma, suara Ruh, yang sering diistilahkan dengan SUARA NURANI, memerintahkan manusia-manusia seperti Gatholoco untuk terus mabuk spiritual, agar terus ke-Candu-an dengan Ke-Illahi-an. Dan Allah-pun me-ridloi!)
Ruh ini, Atma ini, adalah Utusan, adalah Rasul yang sesungguhnya! Sebejat apapun manusia, searogan apapun manusia, sekejam dan sejahat apapun manusia, se-psikopat apapun manusia, pasti masih memiliki rasa bersalah! Dan rasa bersalah itu berasal dari SUARA RUH KITA! INILAH YANG SERING DIISTILAHKAN DENGAN SUARA HATI NURANI!
Masih terngiangkah anda semua dengan teriakan Jesus bahwa Dia datang bukan dengan hukum Taurat Musa, tapi Dia datang dengan Hukum Roh? Apakah itu? Tak lain adalah
HUKUM YANG BERASAL DARI SUARA ROH. SUARA HATI NURANI!
Masih ingatkah anda sabda Bhagawan Manu melalui Bhagawan Bregu yang menyatakan bahwa ATMANASTUTI (SUARA ATMA) adalah Hukum tertinggi, bahkan melebihi Weda sekalipun?
Lantas mengapakah anda memaksakan memberlakukan sebuah Hukum jika NURANI anda sendiri memberontak karenanya? Nurani anda adalah KEJUJURAN MURNI. Anda bisa menipu orang lain. Anda bisa menang berpekara dengan orang lain walau sebenarnya anda dipihak yang salah. Namun dalam kesendirian, pasti akan terdengar suara Ruh anda yang mengatakan bahwasanya sesungguhnya akulah yang salah. Ada sesal, ada kasihan dan ada rasa bersalah! Walaupun rasa itu kadang dengan mahirnya kita tepiskan melalui pembenaranpembenaran dari Pikiran liar kita! Jika kita terbiasa menepis SUARA RUH, SUARA NURANI, anda akan menjadi orang MUNAFIK SEJATI! Manusia bisa membohongi manusia lain, tapi sesungguhnya tidak ada manusia yang bisa membohongi DIRINYA SENDIRI!
Dengan meditasi, volume SUARA NURANI ini akan semakin keras terdengar! Dengan membiasakan sikap KASIH kepada sesama, volume SUARA RUH ini-pun akan semakin nyaring! Dan dengan membiasakan mengikuti SUARA ini, dapat dipastikan anda telah berada dijalan yang benar!
Suara tersebut sebenarnya adalah SUARA ANDA YANG SEJATI. YAITU ANDA YANG LEPAS DARI KUNGKUNGAN KESADARAN RELATIF, PIKIRAN RELATIF, PERASAAN RELATIF DAN MEMORY RELATIF ANDA!
Sadarilah, selama ini anda hidup dengan Kesadaran, Pikiran, Perasaan dan Memory Relatif anda. Anda belum hidup dalam ROH!
Jesus Kristus, focus membahas tentang hal ini! Anda selama ini tengah hidup dalam DAGING!! Dan anda sesungguhnya bukanlah DAGING! Anda adalah ROH! Siapa yang mengikuti kemauan DAGING, dia akan hidup ditengah orang-orang mati! Yaitu kegelapan kesengsaraan duniawi. Terikat proses kelahiran dan kematian yang tiada henti. Dunia yang penuh gemeretak-nya gigi karena kesedihan! Dunia dibawah KUASA GELAP IBLIS yang tak lain sesungguhnya adalah KUASA DUALITAS DARI PRAKRTI! Siapa yang HIDUP DALAM ROH, dia patut bersuka cita. Karena pembebasan akhir menuju KEDIAMAN BAPA, yaitu KERAJAAN ALLAH, telah nyata! Inilah maksud Sang Mesias!
Weda jauh-jauh hari telah menegaskan bahwa ANDA SESUNGGUHNYA BUKANLAH KESADARAN RELATIF ITU, ANDA BUKANLAH PIKIRAN, ANDA BUKANLAH PERASAAN, ANDA BUKANLAH MEMORY, ANDA BUKANLAH TUBUH FISIK ITU. ANDA ADALAH ATMA!
Dan Gatholoco membahasakan bahwa Ruh-kita ini-lah, Atma-kita inilah Sang Utusan! Dan Sang Utusan memerintahkan dia untuk terus menikmati candu spiritualitas!
(Bersambung ) (24 April 2010, by Damar Shashangka)