BISMILLA-HIRRAHMA-NIRRAHIYM
Bertamasya ke Bidang Eksakta
oleh: H.Muh.Nur Abdurrahman
Sebermula, sedikit tentang hal ihwal teori relativitas umumnya Einstein (General Relativity) yang penuh dengan "technique" perhitungan "Tensor" (skalar iaitu tensor tataran 0, vektor iaitu tataran 1 dan selebihnya >1 disebutlah tensor doang). Inipun hasil pengungkapannya belum memuaskan para fisikawan. Karena itu dewasa ini digalakkan riset untuk mengkuantitasi medan gravitas, yang menghasilkan "Teori Gravitasi Kuantum". Iaitu khusus untuk menjelaskan "era Planck" sesudah ledakan awal Big Bang (BB) dengan karakteristik tp = 10 pangkat -43 detik, Ip = 10 pangkat -33 cm, mp = 10 pangkat -5 g, rho = 5 x 10 pangkat 93 g/cm kubik, Tp = 10 pangkat 32 derajat K, Ep rata-rata per partikel = 10 pangkat Gev, entropi sangat tinggi (10 foton per baryon) dan Radius = 10 pangkat -4 cm.
Selanjutnya adalah "pamali" (tabu) dalam teori ilmu fisika, yaitu "tak terhingga" jika muncul dalam suatu teori yang dikemukakan, maka teori itu dianggap sangat lemah ataupun teori yang salah. Tak terhingga itu harus diolah lebih dahulu, suatu prosedur dalam ilmu fisika yang dinamakan "normalisasi". Dengan kata lain harus berada dalam realitas fisikawi yang bisa diuji kebenarannya melalui metode empiris.
Sebuah ilustrasi yang menarik ialah Martin Veltman dan Gererd't Hoofdt dari Universitas Utrecht, yang keduanya menyusun "technique" matematika untuk proses menormalisasi secara umum teori medan kuantum. Teori inilah yang telah membuka jalan kepada Abdus Salam dan Stephen Weinberg (keduanya penerima Hadiah Nobel Fisika 1979, mendhului kedua orang pionir Martin Veltman dan Gererd't Hoofdt yang baru menerima Hadiah Nobel thn.1999) dalam mempersatukan interaksi elektro magnetik dengan nuklir lemah yang dikenal sebagai teori standar / baku "electroweak. Disertasi Abdus Salampun di Universitas Cambridge juga mengenai proses penghilangan faktor ke-takterhingga-an dari teori meson. Jadi ilmu Fisika tidak berhasrat menyinggung soal tak terhingga, dan selalu akan membisu saja.
Suatu hal yang fundamental dalam penjelasan kosmologi fisikawi, ruang dan waktu harus selalu digandengkan, yaitu merupakan suatu kontinum (tak terpisahkan) dengan dimensional-4, yaitu 3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu. Ruang dimensional-4 ini dinamakan ruang Minkowski dan yang dimensional-3 disebut ruang Euclides. Karena itu perumusan persamaan matematika dalam kosmologi fisikawi berbentuk persamaan medan tensor dan persamaan differensial parsial, kecuali kontanta-konstanta alam.
AWLM YR ALDZYN KFRWA AN ALSMWT WALRARDh KANTA RTQA FFTQNHMA [21:30]. (Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya (benda-benda) langit dan bumi itu dahulunya singularitas, kemudian Kami pecahkan). Teori Big Bang (Peledakan Dahsyat) menyangkut kosmologi, ini salah satu teori yang terkemuka dewasa ini tentang asal-usul alam syahadah (universum, jagad raya). Pada umumnya telah diterima bahwa universum ini diawali oleh suatu ledakan dahsyat dari suatu yang super rapat dan super panas. Secara teoritis, universum dimulai dari singularitas matematika dengan densitas yang sangat tinggi. Hal ini muncul keluar dari solusi tipe I dan tipe II dari persamaan medan (field equation) Einstein:
Gmu,nu = -KTmu,nu, di mana
mu dan nu adalah index
G kontante gravitasi
K = 8[pi]G/c^4
c = laju cahaya
Gmu.nu tensor Einstein yang tergantung fungsi gmu.nu dan turunannya (derivatif) pertama dan kedua,
gmu.nu adalah tensor metrik
Tmunu adalah tensor "energi-momentum dan tergantung pada pendistribusian dari energi dan zat di dalam ruang.
Persamaan medan Einstein ini artinya bahwa kelengkungan (curvature) ruang-waktu disebabkan oleh pendistribusian dari massa-energi dalam ruamg. Persamaan medan Einstein adalah bagian penerapan khusus dari "prinsip Mach", menurutnya sifat inersial zat/materi disebabkan oleh pendistribusian materi di sisa lokasi universum. Solusi tipe I itu berlaku jika model universum itu "terbuka", sedangkan solusi tipe II itu berlaku jika model universum itu "tertutup".
Radius dari universum R[t] hanya fungsi dari waktu t disebut juga "faktor skala". Semuanya dimulai dari titik di mana faktor skala R adalah nol pada waktu t = 0
Ilmuwan pertama yang merumuskan teori BB, ialah Lemaitre (1927) dan Gamow (1940). Lemaitre mengusulkan bahwa universum dimulai dari ledakan BB, di mana energi murni secara gradual ditransformasi menjadi zat materi. Lemaitre mendasari kesimpulannya tidak saja berdasar persamaan medan Einstein, tetapi pada argumen berikut ini. Entropi dari universum manaik terus mengikuti waktu. Karena itu ada suatu waktu kondisi di mana entropi itu minimum. Jadi Lemaitre mengusulkan ide "atom primordial", di mana terkandung seluruh zat materi di dalam universum. Ledakan atom-atom primordial ini menghasilkan bintang-bintang dan galaksi-galaksi yang membentuk universum kita dewasa ini. Argumen tentang entropi dari universum ini adalah salah satu karakteristik fundamental dari universum, terutama jika ditekankan pada penjelasan kontemporer tentang anak panah waktu (arrow of time dari khalaqa = mencipta ke proses sawwa- = menyempurnakan, ALDzY KhLQ FSWAY [87:2], yaitu Allah mencipta lalu menyempurnakan).
Gamow melanjutkan penelitian karakteristik dari kondisi super-kerapatan yang ada ketika momen awal dari universum. Ia menyimpulkan bahwa suhu pastilah luar biasa tingginya pada taraf itu. Dalam kondisi seperti ini, proton dan neutron telah membentuk pelbagai jenis unsur kimia. Menurut teori ini, semua unsur kimia telah dibentuk di dalam bagian interior bintang-bintang. Khususnya elemen kimia yang lebih berat dibentuk sewaktu ledakan supernova.
Jadi disimpulkan bahwa ada dua cara unsur kimia dibentuk, yang pertama secara kosmologis, hanya unsur-unsur ringan (terutama deuterium dan helium) yang dibentuk sewaktu 4 menit pertama dari ledakan BB. Unsur yang lebih berat dari helium dibentuk kemudian pada waktu terbentuknya bintang pertama, dan terus berkesinambungan pada dewasa ini (proses FSWY).
Pertanyaan tentang umur universum merupakan salah satu permasalahan utama dalam kosmologi. Dari informasi yang tersedia pada waktu ini, hal ini dapat dijawab bahwa bukan saja umur universum itu terhingga (finite), tetapi ditetapkan antara 10 dan 20 milyar tahun. Banyak fakta untuk menjelaskan hal ini. Ada beberapa metode dapat diterapkan yang sama sekali tidak saling tergantung untuk memprkirakan umur universum. Tiga metode yang termasuk penting adalah:
+ Pemuaian universum, hasilnya to = 20 milyar tahun (waktu Hubble)
+ Umur unsur radio aktif, hasilnya umur tata-surya aproksimasi 5 milyar tahun, serta umur universum to = antara 11 - 18 milyar tahun.
+ Umur tertua himpunan bintang-bintang globular, hasilnya to = 10 - 20 milyar tahun (umur dinamis). Kecocokan hasil yang berarti ini menunjukkan bahwa semua fenomena di universum mempunyai asal-usul yang sama (KhLQ FSWAY). Ini merupakan kesimpulan penting dalam kosmologi modern.
Selanjutnya suatu fakta untuk menunjukkan terjadinya BB ialah latar belakang radiasi gelombang mikro. Radiasi ini tiba di sekeliling kita berasal dari seluruh penjuru dengan intensitas (secara isentropik) dan sesuai dengan radiasi jasad hitam pada suhu kira-kira 3 derajat K. Radiasi ini secara rata-rata didistribusikan ke seluruh penjuru. Penjelasan yang dapat dipercaya untuk radiasi ini, bahwa hal itu terdiri dari foton yang mengisi universum tatkala "era radiasi" pada awal sejarah kosmik.
Rekapitulasi, tercatat fakta-fakta yang mendukung teori BB adalah:
+ Penyelesaian persamaan medan Einstein.
+ Banyaknya deuterium dan helium yang terobservasi.
+ Keserasian antara berbagai perkiraan yang sama sekali tidak tergantung antara satu dengan yang lain mengenai umur universum.
+ Latar belakang radiasi gelombang mikro.
Tentu saja tidak ada argumen yang disebutkan itu dapat mendukung teori BB langsung diterima. Terutama penyelesaian persamaan medan Einstein yang merujuk pada model homogen dan isentropik dari universum. Sehingga timbul pertanyaan apa yang terjadi jika universum sama sekali tidak homogen dan tidak isentropik, yang berarti universum tidak bermula dari singularitas dan ledakan awal? Banyak yang dilakukan tentang pertanyaan ini. Kemajuan yang paling penting adalah yang dicapai oleh Stephen Hawking dan Roger Penrose, yang memperlihatkan bahwa setiap model universum yang mempunyai karakteristik terobservasi (aproksimatif) homogen dan isentropik haruslah dimulai dari singularitas (Dalil Hawkin-Penrose).
Dalil Hawking-Penrose berlaku dengan asumsi berikut:
+ Teori relativitas umum berlaku.
+ Energi lokal secara total adalah positif (telah dibuktikan bahwa memang halnya demikian)
+ Tidak ada bak-waktu geodesik yang tertutup (yaitu tidak seorangpun dapat kembali ke masa lampau).
+ Ruang di mana-mana tidak datar sepanjang semua bak-waktu atau bak-cahaya geodesik.
+ Ada satu permukaan bak-waktu tertutup (ini dapat dijamin sebab isentropi dari latar belakang gelombang radiasi mikro). Dalil Hawking-Penrose ini, yang tidak memerlukan mutlak adanya keadaan homogen dan isentropi dari universum, adalah salah satu prestasi yang penting dalam bidang relativitas. Diambil kesimpulan bahwa Teori Relativitas Umum mengantarkan ke suatu awal singularitas bagi universum.
Ada usaha yang dilakukan untuk menghindari singularitas permulaan universum dengan memperkenalkan fenomena kuantum mekanika. Fenomena ini sangat penting bila umur universum kurang 10 pangkat -43 detik (waktu Planck). Tetapi seperti yang diperlihatkan oleh Hawking bahwa tinjauan dengan menerapkan mekanika kuantum pun tidak dapat melenyapkan singularitas.
Menurut suatu persamaan dari teori relativitas umum, bilamana lubang hitam tipe Schwarzshild terbentuk maka materi yang ada di dalam "event horizon" dari lubang itu tak terhindarkan harus berada di bawah pengaruh gravitasi, menjadi suatu titik dengan kerapatan tak terhingga. Pemuaian yang merata dari universum menjauhi lokasi BB adalah citra cermin dari lubang hitam yang runtuh, menunjukkan bahwa universum lahir dari suatu singularitas.
Apakah makna waktu dalam kosmologi? Dalam fenomena kosmik yang mana konsep waktu didasarkan? Jawaban pertanyan ini diperoleh dari teori fisika nuklir yang terkait, yaitu rekasi di antara partikel elementer memperikan paruh hidup dari perbagai peluruhan (pelapukan) radio aktif. Karena itu skala waktu ketika pemuaian tingkat pertama dari kosmik adalah ditentukan oleh kecepatan peluruhan partikel elementer itu, yang pada umumnya berada dalam keadaan tidak stabil. Derajat ketidakstabilan partikel-partikel itu memberikan ukuran waktu bagi universum.
Bila kita menyatakan bahwa universum pada waktu t = 0, maka Ro = 0 (yaitu permulan pemuaian), maka dimaksudkan bahwa ketika t mendekati 0 konsep ruang dan waktu menjadi kabur, dan jika t = 0, ruang dan waktu sama sekali lenyap. Konsep ruang dan waktu menjadi tak berarti. Tidak ada sesuatu "sebelum" universum diciptakan Allah (KL MN 'ALYHA FAN [55:26], semuanya itu fana, creatio ex nihilo). Maka dalam konteks ini sangat penting Firman Allah: Wa l'Ashri (S. Al'Ashr, 103:1), artinya perhatikanlah waktu.(#) Bahwa Allah mencipta alam syahadah ini bukanlah menurut waktu melainkan Allah mencipta alam syahadah "dengan" waktu.(##)
Bagi yang sangat ngotot untuk menghindarkan awal BB berupa singularitas, penganut teologi spekulasi fluktuasi universum ataupun fluktuasi medan vakum kuantum melakukan rekayasa politik dengan matematika sederhana untuk mengelak dari singularitas, yaitu tatkala t = 0, ruang dan waktu tidak lenyap, yakni dengan manipulasi skala waktu t menjadi t' dengan relasi t' = log t, sehingga jika t = 0, maka t' menjadi (-)tak terhingga, disitulah terjadi flutuasi yang tak habis-habisnya. Pada hal yang finite ditransfer ke tak terhingga, justru sangat "tidak disenangi" oleh para fisikawan, bahkan sebaliknya, para fisikawan itu berupaya membuat "normalisasi", agar supaya fenomena alam itu berada dalam realitas fisikawi yang bisa diuji kebenarannya melalui metode empiris. Manipulasi skala waktu t menjadi t' untuk menunjukkan fluktuasi medan vakum kuantum yang demikian itu, ditolak oleh metode empiris, dan ditolak oleh ayat [55:26]. Kita ulangi: Tidak ada sesuatu "sebelum" universum diciptakan Allah, KL MN 'ALYHA FAN [55:26], semuanya itu fana, creatio ex nihilo. Walla-hu a'lamu bishshawab.
Buku-buku yang dikunjungi dalam tamasya saya, antara lain:
Heidmann, J. Relativistic Cosmology, Springer, Heidelberg, 1980.
Misner, C.W., K.S. Thorne, J.A. wheler: Gravitation, Freeman, San Francisco, 1973.
Seiama, D.W. Modern Cosmology, Cambridge University Press, Cambridge, 1971.
Peebles, P.J.E. Physical Cosmology, Princeton University Press, Princeton, 1989.
Weinberg, S. Gravitation and Cosmology, Wiley, New York, 1977
==================
(#)
Wa dalam permulaan ayat (1) S. Al'Ashr tersebut menyatakan sebuah qasam, semacam "sumpah", namun tidak cocok untuk dibahasa-Indonesiakan dengan "demi". Sebab dalam bahasa Indonesia "demi" itu menyatakan penguatan yang ditumpukan kepada sesuatu yang lebih "tinggi", yaitu Allah. Sedangkan qasam itu semacam "sumpah" untuk menegaskan di mana yang "bersumpah" kedudukannya itu lebih "tinggi". Jadi Wa l'Ashri tidak cocok di-Indonesia-kan dengan "demi waktu", melainkan "perhatikanlah waktu", karena yang berqasam di sini adalah Allah SWT.
(##)
Bahwa Allah mencipta alam syahadah ini bukanlah menurut waktu melainkan Allah mencipta alam syahadah "dengan" waktu.
The Birth of Time: Quantum Loops Describe the Evolution of the Universe
ScienceDaily (Dec. 16, 2010) — What was the Big Bang and what happened before it? Scientists from the Faculty of Physics, University of Warsaw have attempted to answer the question. Within the framework of loop quantum gravity they have put forward a new theoretical model, which might prove useful for validating hypotheses about events prior to the Big Bang. This achievement is one of the few models describing the full Einstein's theory and not merely its greatly simplified version.
Physicists from the Faculty of Physics, University of Warsaw have put forward -- on the pages of Physical Review D -- a new theoretical model of quantum gravity describing the emergence of space-time from the structures of quantum theory. It is not only one of the few models describing the full general theory of relativity advanced by Einstein, but it is also completely mathematically consistent. "The solutions applied allow to trace the evolution of the Universe in a more physically acceptable manner than in the case of previous cosmological models," explains Prof. Jerzy Lewandowski from the Faculty of Physics, University of Warsaw (FUW).
While the general theory of relativity is applied to describe the Universe on a cosmological scale, quantum mechanics is applied to describe reality on an atomic scale. Both theories were developed in the early 20th century. Their validity has since been confirmed by highly sophisticated experiments and observations. The problem lies in the fact that the theories are mutually exclusive.
According to the general theory of relativity, reality is always uniquely determined (as in classical mechanics). However, time and space play an active role in the events and are themselves subject to Einstein's equations. According to quantum physics, on the other hand, one may only gain a rough understanding of nature. A prediction can only be made with a probability; its precision being limited by inherent properties. But the laws of the prevailing quantum theories do not apply to time and space. Such contradictions are irrelevant under standard conditions -- galaxies are not subject to quantum phenomena and quantum gravity plays a minor role in the world of atoms and particles. Nonetheless, gravity and quantum effects need to merge under conditions close to the Big Bang.
Traditional cosmological models describe the evolution of the Universe within the framework of the general theory of relativity itself. The equations at the core of the theory suggest that the Universe is a dynamic, constantly expanding creation. When theorists attempt to discover what the Universe was like in times gone by, they reach the stage where density and temperature in the model become infinite -- in other words, they lose their physical sense. Thus, the infinities may only be indicative of the weaknesses of the former theory and the moment of the Big Bang does not have to signify the birth of the Universe.
In order to gain at least some knowledge of quantum gravity, scientists construct simplified quantum models, known as quantum cosmological models, in which space-time and matter are expressed in a single value or a few values alone. For example, the model developed by Ashtekar, Bojowald, Lewandowski, Pawłowski and Singh predicts that quantum gravity prevents the increase of matter energy density from exceeding a certain critical value (of the order of the Planck density). Consequently, there must have been a contracting universe prior to the Big Bang. When matter density had reached the critical value, there followed a rapid expansion -- the Big Bang, known as the Big Bounce. However, the model is a highly simplified toy model.
The real answer to the mystery of the Big Bang lies in a unified quantum theory of matter and gravity. One attempt at developing such a theory is loop quantum gravity (LQG). The theory holds that space is weaved from one-dimensional threads. "It is just like in the case of a fabric -- although it is seemingly smooth from a distance, it becomes evident at close quarters that it consists of a network of fibres," describes Wojciech Kamiński, MSc from FUW. Such space would constitute a fine fabric -- an area of a square centimetre would consists of 1066 threads.
Physicists Marcin Domagała, Wojciech Kamiński and Jerzy Lewandowski, together with Kristina Giesel from the University of Louisiana (guest), developed their model within the framework of loop quantum gravity. The starting points for the model are two fields, one of which is a gravitational field. "Thanks to the general theory of relativity we know that gravity is the very geometry of space-time. We may, therefore, say that our point of departure is three-dimensional space," explains Marcin Domagała, PhD (FUW).
The second starting point is a scalar field -- a mathematical object in which a particular value is attributed to every point in space. In the proposed model, scalar fields are interpreted as the simplest form of matter. Scalar fields have been known in physics for years, they are applied, among others, to describe temperature and pressure distribution in space. "We have opted for a scalar field as it is the typical feature of contemporary cosmological models and our aim is to develop a model that would constitute another step forward in quantum gravity research," observes Prof. Lewandowski.
In the model developed by physicists from Warsaw, time emerges as the relation between the gravitational field (space) and the scalar field -- a moment in time is given by the value of the scalar field. "We pose the question about the shape of space at a given value of the scalar field and Einstein's quantum equations provide the answer," explains Prof. Lewandowski. Thus, the phenomenon of the passage of time emerges as the property of the state of the gravitational and scalar fields and the appearance of such a state corresponds to the birth of the well-known space-time. "It is worthy of note that time is nonexistent at the beginning of the model. Nothing happens. Action and dynamics appear as the interrelation between the fields when we begin to pose questions about how one object relates to another," explains Prof. Lewandowski.
Physicist from FUW have made it possible to provide a more accurate description of the evolution of the Universe. Whereas models based on the general theory of relativity are simplified and assume the gravitational field at every point of the Universe to be identical or subject to minor changes, the gravitational field in the proposed model may differ at different points in space.
The proposed theoretical construction is the first such highly advanced model characterized by internal mathematical consistency. It comes as the natural continuation of research into quantization of gravity, where each new theory is derived from classical theories. To that end, physicists apply certain algorithms, known as quantizations. "Unfortunately for physicists, the algorithms are far from precise. For example, it may follow from an algorithm that a Hilbert space needs to be constructed, but no details are provided," explains Marcin Domagała, MSc. "We have succeeded in performing a full quantization and obtained one of the possible models."
There is still a long way to go, according to Prof. Lewandowski: "We have developed a certain theoretical machinery. We may begin to ply it with questions and it will provide the answers." Theorists from FUW intend, among others, to inquire whether the Big Bounce actually occurs in their model. "In the future, we will try to include in the model further fields of the Standard Model of elementary particles. We are curious ourselves to find out what will happen," says Prof. Lewandowski.
The above story is reprinted (with editorial adaptations by ScienceDaily staff) from materials provided by University of Faculty of Physics Warsaw, via AlphaGalileo.
Journal Reference:
Marcin Domagała, Kristina Giesel, Wojciech Kamiński, Jerzy Lewandowski. Gravity quantized: Loop quantum gravity with a scalar field. Phys. Rev. D, 82, 104038 (2010) DOI: arXiv:1009.2445